Rabu, 12 Mei 2010

KESERIUSAN PEMERINTAH USUT PELANGGARAN HAM ?

Indonesia negeri berdarah, mungkin benar adanya. Sejarah kekerasan dan pembantaian di negeri ini begitu panjang dan darahnya tak pernah kering atau mampu terselesaikan tuntas. Para pelaku dan actor dibalik semua tak tersentuh dan masih bebas bahkan berkuasa. Para keluarga korban pelanggaran HAM pun seakan tak pernah lelah menuntut keadilan dari pemerintah. Namun tuntutan tetap tuntutan. Dan tuntutan para keluarga korban seperti angin lalu saja.

Selasa (11/5). Di depan istana, bertepatan dengan tragedi Mei 1998, Semanggi I dan II keluarga korban penembakan mahasiswa Trisakti dana beberapa LSM menggelar unjuk rasa menuntut keseriusan SBY untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM. Yang selama 12 tahun terakhir mereka tuntut.

”Pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.” Ucap Sumarsih orang tua Norman Irmawan mahasiswa Atma Jaya yang menjadi korban penembakan pada Mei 1998.

Masih menurut Sumarsih, ketidakseriusan pemerintah bisa dilihat seperti beberapa kasus ketika Komisi Hak Asasi Nasional (Komnas HAM) yang sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung, seperti kasus penembakan mahasiswa Universitas Trisakti atau penculikan aktivis tidak pernah mendapat tindak lanjut karena berbagai alasan ”Namun, kasus itu tidak ditindaklanjuti dengan berbagai alasan,” Ungkap Sumarsih.

Langkah-langkah untuk menindak lanjuti sebenarnya sudah pernah dikeluarkan. Salah satunya adalah rekomendasi dari DPR untuk membentuk pengadilan Ad Hoc terhadap pencarian 13 orang yang hilang (penculikan), rehabilitasi korban pelanggaran HAM, dan ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai penghilangan paksa. namun sampai sekarang pemerintah belum mengimplementasikan rekomendasi itu.

Padahal dengan pembentukan pengadilan Ad Hoc, pemerintah bisa lebih focus dan terukur dalam menyelesaikan kasus kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. perjuangan untuk mendapatkan keadilan mungkin masih panjang, apalagi jika kita melihat siapa pemerintah sekarang.

Tak bisa dipungkiri bahwa dominasi militerisme selama 32 tahun begitu kuat. Tiga kekuatan orde baru yaitu ABG (Abri Birokrasi dan Golkar) menjelma menjadi elemen yang menopang orde baru. ABRI atau militer yang menjadi salah satu kekuatan orde baru telah menjadi mesin pembunuh yang akhirnya banyak melahirkan kasus-kasus pelangaran HAM. Tiga kekuatan inilah yang coba dimunculkan oleh Susilo Bambang Yudoyono. Dengan basic dari militer dan demokrat seolah menjadi orde baru jilid II. Jelas tuntutan dan usulah dari para keluarga korban dan para LSM yang bergerak di bidang HAM tidak pernah dihiraukan.

Inilah yang menjadi batu sandungan penegakan hokum dan HAM di Indonesia. Orde baru boleh ganti namun system dan orang-orang eks orde baru dan militer masih kuat berkuasa. Tentunya kita tidak boleh lelah dan menyerah untuk terus menyuarakan dan memperjuangkan keadilan di negeri para mafia ini. (HQ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar