Jumat, 06 Mei 2011

Ke - KAMUS PR - an

Bangsa Indonesia sampai pada hari ini adalah sebuah bangsa yang besar yang di dalamnya sarat kemiskinan, kemelaratan dan mengalami penindasan adalah sebuah fakta. Petani selalu menderita akibat harga pupuk yang tinggi, merana akibat serbuan barang import. Nelayan menangisi lautnya yang telah kosong akibat eksploitasi alam para pemodal-pemodal, buruh terjepit oleh gaji yang hanya cukup untuk sesuap nasi. Anak-anak terpaksa harus terpaksa bekerja, gadis-gadis desa terjerembab dalam lumpur prostitusi dan sekian puluhan juta rakyat Indonesia lainnya menganggur.

Tulisan di atas hanya sekelumit bukti bahwa Indonesia sampai pada hari ini tidak bisa lepas dari kubangan eksploitasi kapitalisme, terjerat oleh kemiskinan dan kemelaratan. Fakta, dalam berbagai wujudnya hadir setelah melalui berbagai proses. Kemiskinan, kemelaratan dan segala bentuk penindasan terhadap rakyat Indonesia hari ini tidak tiba-tiba ada. Ingat, rakyat Indonesia pernah hidup dalam sebuah periode yang panjang dimana ia ia tidak mengenal bentuk-bentuk penghisapan.

Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 ternyata belum memiliki relevansinya, kemerdekaan, ternyata tidak kunjung juga dinikmati oleh rakyat Indonesia. Perjuangan demi sebua tatanan sosial yang lebih adil belumlah tuntas…………
Kondisi ini bisa dihilangkan, rakyat Indonesia tidak harus melarat dan miskin.

Tapi fakta tetaplah sebuah fakta. Kemiskinan tetap saja kemiskinan, kemelaratan tetap saja kemelaratan, dan dominasi kapitalisme tetap saja merupakan dominasi. Walau kita bisa mengatakan rakyat Indonesia bahagia, namun faktanya tetap. Kemerdekaan Indonesia belum termanifestasi, rakyat Indonesia tetap saja miskin dan melarat akibat tatanan social yang tidak beripihak kepada mereka

Wahai mahasiswa mari bergerak, pijakan kaki pada realitas social Indonesia dan terjun dalam aktivitas-aktivitas yang revolusioner. Berbekal dengan panduan teori-teori revolusioner kita akan terjun di tengah-tengah aksi pembebasan rakyat.

Rakyat butuh kerja-kerja kongkret, bukti-bukti dari aktivitas revolusioner kita. Mengabdikan dedikasi dan komitmen intelektual kita terhadap upaya-upaya mewujudkan sebuah tatanan sosial yang lebih adil, sejahtera secara ekonomi dan demokratis secara politik.

Komitmen terhadap nilai-nilai intelektual inilah yang akan menyatakan keberpihakan mahasiswa terhadap rakyat, bukan kepada kelompok sosial lain yang melakukan dominasinya.

KAMUS PR adalah sebuah organisasi dengan format yang revolusioner progresif. Sebuah organisasi yang senantiasa melancarkan aksi-aksinya, memekikkan perlawanan dengan lantang, menghentakan pukulan-pukulan dengan bersandar pada sebuah panduan teoritik yang ilmiah demi sebuah tujuan bersama itulah sebuah organisasi yang hendak melakukan aktifitas politik mahasiswa secara ilmiah yang jelas akan keberpihakannya terhadap rakyat.


Metamorphosis KAMUS PR (Kesatuan Aksi Mahasiswa Untag ’45 Surabaya Pro Rakyat)

KAMUS PR lahir dari kristalisasi dinamika gerakan mahasiswa UNTAG ’45 Surabaya. Berangkat dari embrio di era ‘1990 yang termanifestasi dalam gerak AMUK (Aliansi Mahasiswa UNTAG untuk Keadilan), kemudian di era 1994 berganti nama menjadi MUAK (Mahasiswa UNTAG Anti Kekerasan), selanjutnya di era 1998 terbentuklah KAMUS PR (Kesatuan Aksi Mahasiswa Untag ’45 Surabaya Pro Reformasi). Namun reformasi yang diharapkan bisa merubah tatanan sosial yang lebih baik untuk rakyat ternyata masih jauh diharapkan dan hanya jala ditempat, sehingga KAMUS Pro Reformasi melebur menjadi kekuatan dengan keberpihakan yang lebih jelas yaitu Rakyat.
Karena keberpihakan terhadap rakyat adalah suatu kewajiban bagi kaum-kaum intelektual sehingga berubah menjadi KAMUS Pro Rakyat.

AMUK (Aliansi Mahasiswa Untag untk Keadilan) merupakan embrio awal dari gerakan pro demokrasi (Prodem) di untag. Terbentuk ditahun 1990an, berangkat dari asumsi bahwa mahasiswa dapat menjadi jembatan antara kebijakan Negara dan kepentingan rakyat. AMUK melakukan diskusi-diskusi kritik terhadap teori-teori pembangunanisme dan modernisasi yang dilancarkan oleh orde baru di bawah jenderal Soeharto. AMUK juga melakukan pendampingan-pendampingan (advokasi) terhadap masyarakat yang di daerahnya dilanda konflik structural.

Gerakan mahasiswa secara nasional pada masa itu, khusunya di Untag masih pada tahapan hanya mengembangkan budaya kritik terhadap rejim karena pada masa itu tidak dimungkinkan untu melakukan tindakan-tindakan frontal melawan rejim. Orientasi lebih pada mengembangkan dan memperkuat organisasi-organisasi gerakan yang ada di kampus yang nantinya diharapkan bisa menjembatani antara kepentingan rakyat vs kepentingan Negara lewat berbagai pendampingan pendampingan (advokasi).

Identifikasi mana lawan-kawan era ini belum jelas, dengan menjadikan jenderal Soeharto sebagai musuh bersama, maka secara umum yang menjadi “Kawan” gerakan mahasiswa adalah semua kelompok yang anti Soeharto.

Pada era 1994an, muncul dala situasi sosial dimana Negara sedang dalam masa puncak represif, issue militerisme menjadi issue utama dikalangan pergerakan nasional, terutama akibat berbagai gejolak dan pelanggaran HAM oleh ABRI diberbagai daerah di Indonesia, misal; DOM Aceh, DOM Irian Jaya, tragedy Tanjung Priok, dll. MUAK (Mahasiswa Untag Anti Kekerasan) hadir dalam era ini, dimana gelanggang yang dipilih mahasiswa, yakni pada daerah-daerah kasus, posisi militer selalu berhadapan dengan kawan-kawan yang melakukan pendampingan.

MUAK (Mahasiswa Untag Anti Kekerasan) sebaai bagian dari keseluruhan pergerakan nasional mengangkat issue militerisme sebagai sentral issue, termasuk usaha-usahanya adalah dengan berusaha mewujudkan demokratisasi di kampus lewat menggasak bentuk-bentuk militerisme yang ada di kampus seperti Menwa (Resimen Mahasiswa)

Akhirnya pada awal tahun 1998 sebuah organisasi gerakan dengan nama baru yang berangkat dari basis organisasi geraka lingkungan kampus UNTAG ’45 Surabaya membentuk KAMUS PR (Kesatuan Aksi Mahasiswa Untag ’45 Surabaya Pro Reformasi). Setelah melakukan evaluasi kondisi objektif bangsa, akhirnya mengambil pilihan momentum reformasi 98, sesuai dengan kesepakatan pergerakan Nasional.

Pada masa itu tidaklah salah jika mereka melegalkan diri, yakni mengambil pilihan untuk mendorong organisasi secara terbuka melakukan pressure-presure secara konfrontatif melawan rejim otoriter Soeharto, dengan harapan tumbangnya rejim Soeharto dapat membuka peluang bagi upaya demokratisasi disegala bidang kehidupan bangsa.

Kondisi obyektif pada masa itu, yakni ketika seluruh elemen rakyat bersepakat untuk menurunkan rejim Soeharto, KAMUS PR memberikan kontribusi besar bagi tersediannya aksi massa yang kuantitatif sangat besar, berbagai upaya yang dilakukan mulai dari melaukan rapat akbar, aksi turun kejalan, mimbar bebas, pentas musik perlawanan, dan mengirimkan beberapa delegasi kader KAMUS PR ke berbagai kota. Secar perlahan-lahan gerak dinamika perlawanan rakyat-mahasiswa atas rejim Soeharto mulai membuahkan hasil dengan turunnya Soeharto pada 21 Mei sebagai symbol kekuasaan yang otoriter, maka babak baru dalam upaya demokratisasi dimulai. Euphoria politik setelah turunnya Soeharto mendorong menjamurnya berbagai organisasi, reformasi menjadi jargon yang umum, semua orang meneriakan reformasi, bahkan mesin politik orde baru yaitu golkar berteriak reformasi pula.

Penghianatan elit politik dan elit gerakan mahasiswa inilah yang akhirnya menjadi evaluasi mendasar selain semakin matangnya pemahaman bagi KAMUS Pro Reformasi menjadi KAMUS Pro Rakyat. Secara silih berganti kepemimpinan KAMUS Pro Rakyat dipercayakan mulai dari kawan Abdi Edison, Fatkhurrozy, Sandi, Jen Jenk, Mahfud Husairi, Syamsul Muarif dan sekarang Amir Baihaqi lalu dilanjutkan oleh Aris.

Perubahan dari KAMUS Pro Reformasi menjadi KAMUS Pro Rakyat pada tahun 2001 tidak hanya bergulir pada nama, perubahan nama ini berlanjut pada perubahan orientasi gerakan, karakter dan pola gerak KAMUS PR yang lebih menyatakan secara eksplisit keberpihakannya terhadap rakyat tertindas. Tidak lagi bergerak secara reaksioner dengan mengangkat issue-issue elitis , KAMUS Pro Rakyat bergerak dengan landasan ilmiah dan kerakyatann, perubahan ini mensyaratkan tersediannya kader-kaderintelektual yang memiliki keberpihakan terhadap rakyat dan komitmen terhadap teselenggaranya suatu perubahan sosial kehidupan sejahtera secara ekonomi dan demokratis secara sosial politik.

Struktural KAMUS PR

Dalam sebuah organisasi pastilah didukung dengan elemen-elemen yang akan menunjang kerja-kerja organisasi. KAMUS PR sendiri mempunyai elemen-eleman yang menunjang satu sama lain bukan hanya sebagai perluasan sayap organisasi tetapi juga sebagai perluasan isu-isu perlawan terhadap rezim yang menindas. Adapun struktur organisasi dalam KAMUS PR adalah:

Ketua Umum : Sebagi pucuk pimpinan tertinggi dalam organisasi yang memimpin organiasi dan sebagai penanggung jawab terhadap biro organiasi. Sekretaris Jendral: Berfungsi sebagai pengontrol segala aktivitas organisasi yang ada di dalam kampus yang juga mempunyai tanggung jawab langsung kepada Ketua Umum. Biro Aksi: Biro ini khusus mengurusi segala mobilisasi massa/mahasiswa dalam rangka penyelanggaraan aksi-aksi mahasiswa sebagai bentuk perlawanan. Biro Pendidikan: Biro pendidikan menjadi tempat kaderisasi dimana sebagai wadah penempaan secara intelektual bagi para anggota maupun kader sehingga kader mempunyai bekal ilmu, pengetahuan ilmiah dan wawasan yang luas yang nantinya ilmu, pengetahuan ilmiah dan wawasan itu menjadi alat perjuangan. Biro Agitasi/Propaganda: Sesuai namanya, biro ini berfungsi sebagai media atau corong propaganda dan informasi terhadap isu-isu yang berkembang di rakyat dan agitasi sebagai bentuk perlawanan non-aksi.

Makna dan Arti Lambang Bendera KAMUS PR

Secara filosofis gambar semut merupakan sebuah komunitas yang komunal di mana satu sama lain saling bekerja sama, gotong royong untuk mencukupi kebutuhan hidup bersama-sama. Kerja yang komunal mencerminkan arti progresif seorang kader yang konsisten untuk giat melakukan kerja-kerja pengorganisiran rakyat dan mahasiswa.

Warna hitam; melambangkan keabadian. Di dalamnya terkandung makna bahwa perjuangan tidak akan berhenti sampai orientasi dan cita-cita sosial yang terpatri dalam dada termanifestasi.

Warna merah; melambangkan semangat perlawanan. Di dalamnya terkandung makna bahwa harus ada keberanian untuk melawan dalam kerja-kerja mewujudkan tatanan sosial yang adil.

Demikianlah sekelumit latar belakang sejarah terbentuknya KAMUS PR yang terus berembrio sejak tahun 1990an sampai sekarang, beserta makna dan lambang dan benderanya. Untuk itu bergabunglah bersama kami dalam politik pembebasan yang revolusioner. Mari muliakan hidup kita dengan ilmu dan perjuangan.

Tunduk Tertindas Atau Bangkit Melawan, Sebab Mundur Adalah Penghianatan. Berjuang Bersama Rakyat Merebut Demokrasi Sejati. Hidup rakyat, hidup mahasiswa !

* Diterbitkan oleh: BiroAgitasi dan Propaganda

Kamis, 05 Mei 2011

Sejarah Politik Konfrontasi Malaysia

Maraknya demontrasi anti Malaysia yang terjadi diberbagai daerah telah menjadi semacam topic hangat untuk diperhatikan. Nasionalisme rakyat Indonesia dan ketegasan pemerintah seakan mendapat ujian karena untuk kesekian kalinya Malaysia kembali membuat ulah dengan menangkap tiga pegawai DKP. Dengan spontanitas atas rasa sebagai warga Negara Indonesia semua bergerak tanpa dikomando untuk turun ke jalan dan menyerukan “Ganyang Malaysia”.

Bukan pertama kali ini saja ketika rakyat dengan berapi-api turun ke jalan dan meneriakan anti Malaysia atau Ganyang Malaysia. Penilaian atas ulah Malaysia yang selalu sewenang-wenang dan selalu berulang-ulang itu rupanya mendapat respon yang keras dari rakyat Malaysia. Ini bisa dilihat terjadinya aksi demontrasi yang sampai tulisan ini ditulis tak menyurutkan gelombang aksi. Berbagai ekspresi demontrasi pun dilakukan untuk menunjukan bahwa rakyat Indonesia habis akan kesabarannya karena ulah Malaysia. Mulai dari pembakaran bendera Malaysia sampai pelemparan kotoran manusia ke kedutaan Malaysia, bahkan ancaman sweeping siap untuk dilakukan jika Malaysia terus dengan arogansinya merongrong Indonesia.

Lalu sejak kapankan aksi protes dan demontrasi itu berlangsung dan bagaimana pula rakyat Indonesia dengan spontanitas turun melakukan pembelaan terhadap bangsanya ketika mendapat rongrongan dari luar. Dan dimana pula para pemipin negeri ini beserta tentaranya ketika kedaulatan di injak-injak oleh Malaysia. Bukankah kita sering mendengar slogan-slogan yang ada bahwa NKRI harga mati dari para prajurit-prajurit bangsa ini.

Sejarah Indonesia mencatat bahwa pada masa demokrasi terpimpin di bawah Soekarno. Indonesia menjadi salah satu negara dengan kekuatan militer yang disegani di kawasan Asia tenggara. Gaya kepemimpinan Soekarno juga telah mendapat pengakuan dunia dan menjadi salah satu pemimpin yang berpengaruh khususnya Asia dan Afrika. Ketegasan Soekarno terhadap penolakan kolonialisme, neokolonialisme, dan imperealisme seakan telah melekat pada dirinya dan menjadi inspirasi bagi Negara-negara Asia Afrika untuk bangkit dari penjajahan dan ketertindasan.

Keberhasila kampanye pembebasan Irian barat pada bulan Agustus 1962 dari tangan Belanda, membawa babak baru pada era konfrontasi dengan Malaysia dimulai. Malaysia dengan sokongan dari Inggris ingin mewujudkan agar wilayah Sabah, Serawak dan Brunei (Kalimantan utara) masuk dalam persekutuan Malayasia telah menyeret Indonesia dalam konfrontasi dan menjadikan suasana politik Indonesia menjadi mendua antara merehabilitasi keadaan perekonomian negara yang mengalami inflasi 100% per tahun pasca kampanye pembebasan Irian Barat atau melaksanakan politik konfrontasi sebagai upaya penentangan rencana Malaysia terhadap Sabah, Serawak dan Brunei.

Tudingan bahwa Malaysia hanya menjadi Negara boneka Inggris sebagai kawasan pangkalan militer dan kontrol atas Asia tenggara jelas sangat bertentangan dengan semangat Indonesia dan Soekarno yang selalu meneriakan anti kolonialisme, imperealisme dan neo kolonialisme. Meskipun tidak sampai terjadi pertempuran besar terbuka.

Letupan-letupan kecil tatkala terjadi pemberontakan di Brunei dari pembangkang yang menolak rencana penggabungan sebelum pembentukan Malaysia, namun demikian pemberontakan itu sendiri dapat di gagalkan oleh tentara-tentara Inggris pada desember 1962. sementara itu di Tokyo Soekarno dan Perdana Menteri Malaysia Tuanku Abdul Rahman dan kemudian dilanjutkan dengan pertemuan antar menteri luar negeri Indonesia, Malay dan Filipina di Manila. Yang menghasilakan kesepakatan agar sekjen PBB untuk mengutus misi ke serawak dan sabah untuk memastika kehendak rakyat apakah mereka hendak bergabung dengan Malaysia ataukah tidak.

Ketika utusan-utusan dari PBB menyatakan bahwa hasil mayoritas menginginkan bergabung dengan Malaysia, langsung ditolak Indonesia mentah-mentah. Karena menurut pihak Indonesia, Malaysia akan tetap didirikan dalam keadaan apapun sesuai dengan pernyataan Tuanku Abdul Rahman ketika pertemuan di Tokyo dengan Soekarno. Inilah yang kemudian melahirkan konfrontasi peperangan kecil di daerah perbatasan antara Indonesia yang diwakili oleh para relawan dan pemberontak penentang penggabungan lagi serta penyusupan-penyusupan ke dalam wilayah Malaysia. Namun demikian politik konfrontasi yang dilancarkan oleh Indonesia di bawah Soekarno tidaklah mencapai hasil apa-apa kecuali kesepakatan damai pada akhirnya. Adanya gejolak kondisi dalam negeri pasca G30S dan pembangkangan yang dilakukan oleh para perwira angkatan darat mempunyai andil dalam kegagalan politik konfrontasi dengan Malaysia.

(AB)





GERAKAN PRO-DEMOKRASI ; 5W+1H

What ; “Apakah gerakan prodemokrasi itu?”

Sebagai sebuah istilah, "Gerakan Pro-demokrasi" mengandung arti yang cukup luas, tergantung dari sudut pandang yang dipakai serta konteks penempatannya. Dalam perkembangannya, terutama justru sesudah minggirnya Suharto pada 21 Mei 1998 yang lalu, gerakan yang ada di Indonesia memperoleh sebutan REFORMASI. Dengan demikian, Gerakan Reformasi dewasa ini lebih berkumandang dan berhasil menggantikan sebutan Pro-Demokrasi.

Untuk menghindari kesalah-pahaman, maka perlu kiranya kita mencapai kesepakatan akan sebutan yang sebaiknya diterapkan untuk mengamati serta mengikuti gerakan yang dimaksudkan di atas. Menurut penulis, sebutan pro-demokrasi atas gerakan di Indonesia masih tetap relevan untuk terus digunakan, menginggat makna yang lebih luas seperti terkandung dalam kata tersebut serta potensinya untuk terus dikembangkan ke taraf konsolidasi gerakan massa untuk mencapai demokrasi sejati. Ini merupakan langkah awal dalam menguatkan usaha penguburan Orde Baru sebagai sebuah sistem.

Gerakan Pro-Demokrasi merupakan salah satu elemen saja di dalam spektrum perlawanan terhadap sistem Orde Baru. Gerakan Pro-Demokrasi adalah fenomena yang wajar dan merupakan konsekuensi logis yang tidak dapat dihindari dalam proses perkembangan sebuah gerakan di mana kondisi kehidupan masyarakatnya sarat dengan represi.

Who : ”Siapakah gerakan prodemokrasi?”

Sebagai sebuah elemen, Gerakan Pro-Demokrasi dengan segala kelebihan dan kekurangannya, sesungguhnya, menjadi sebuah wadah di mana berbagai pihak ikut ambil bagian. Mereka adalah mahasiswa, organisasi politik (orpol), LSM, kelompok akademisi, bias juga partai politik, dengan berbagai isme-nya. Mereka tampil dan dikenal melalui berbagai bentuk protes aksinya. Dari segi organisasi, mereka beragam dan didasari oleh aneka macam aliran serta pola pemikiran pula. Meski pun demikian, keanekaragaman bentuk serta tujuan organisasi yang ada memiliki kesamaan pendekatan: manifestasi mereka mengambil bentuk protes aksi yang bersifat aksi massa.

Konsekuensi logis dari keaneka-ragaman bentuk dan aliran dalam Gerakan Pro-Demokrasi tersebut berupa berjuta-juta tuntutan masing-masing organisasi yang secara umum bersifat popular (istilah yang penulis pinjam dari khasanah gerakan Amerika Latin). Secara tersirat atau pun tidak, tuntutan mereka baik yang menamakan diri sebagai gerakan moral atau pun politik, selalu menuju pada esensi masalah utama dari sebuah sistem yang anti kerakyatan dan represif.

Organisasi gerakan prodemokrasi biasanya memiliki ciri militan. Sejak represivitas orde baru, potensi militansi dalam perlawanan semakin menampakkan dirinya baik secara kualitatif atau pun kuantitatif, yang pada hari ini, sesudah lengsernya Suharto, ternyata para pemuda dan mahasiswa berani melawan mesin Negara yang anti rakyat.

When + Where : ”kapan dan dimana munculnya gerakan prodemokrasi?”

Sedangkan dibelahan Negara yang lain, telah lebih dulu bergelora. Lihat saja Filipina dengan Peristiwa Manila di tahun 1982, di China dengan Tragedi Tiananmen tahun 1989, di Thailand dengan Peristiwa Bangkok di tahun 1992. Sedangkan hampir seluruh negeri di Amerika Latin berhasil menumbangkan Rezim Otoritarian bentukan penjajah Amerika Serikat dan Sekutunya. Di Indonesia, gerakan prodemokrasi muncul di akhir 80an. Dan akumulasi gerakan tersebut berbuah hasil di tahun 1998, meski didahului dengan kejadian tragis ‘tragedi mei kelabu’ 1997. Dimana berhasil menumbangkan kedigdayaan Jenderal Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.

Why : ”mengapa terjadi gerakan prodemokrasi?”

Kelompok prodemokrasi secara umum menyatakan bahwa problem umum yang dihadapi bangsa khususnya di negeri-negeri dunia ketiga adalah kuatnya dominasi Negara yang dalam beberap segi hal memandulkan kreativitas dan aspirasi rakyat. Negara berupaya menjalankan politik sentralisasi serta menggunakan pendekatan hegemoni budaya dan militeristik, sehingga Negara sangat berkuasa tanpa melibatkan partisipasi rakyatnya.

Masa-masa transisi (pergantian dari rezim otoriter ke rezim baru) pada faktanya memperlihatkan kerentanan Negara terhadap praktek new bureaucratic polity dan new militarism, dengan kembalinya militer dalam ruang politik dimana rentan munculnya negara otoritarian gaya baru. Oleh karena itu untuk mendorong percepatan demokrasi transisi, konsolidasi demokrasi mutlak dilakukan.

How : “bagaimana gerakan prodemokrasi itu?”

Proses gerakan dan hasilnya akan berbeda di tiap-tiap konteks negara dan musuhnya. Yang terpenting adalah bagaimana gerakan itu mampu memahami kondisi obyektif maupun subyektifnya. Jika pembaca sepakat dengan saya, kondisi obyektif saat ini telah bergerak ke arah yang lebih menguntungkan untuk sebuah perubahan. Tak lain, factor penting disini adalah krimondial (krisis neo-liberalisme) yang diiringi dengan kebangkitan rakyat. Namun, tak dapat dipungkiri pula akan adanya kelemahan. Gerakan Pro-Demokrasi pada tahap ini, yakni belum menemukan identitasnya sendiri secara kolektif. Kenyataan ini membawa kemenangan yang kecil dan minim, yang seharusnya kita mengerti dan terima dengan baik. Ada pun penyebab kemenangan minim tersebut: kondisi obyektif yang tidak dibarengi dengan solidnya Gerakan Pro-Demokrasi, sebenarnya memperoleh dukungan massa rakyat. Tujuan yang sebenarnya dari Gerakan Pro-Demokrasi bukan lah sekedar memaksa Suharto minggir, melainkan terus berjuang hingga tercipta masyarakat yang demokratis serta berkeadilan social. Gerakan Prodemokrasi selalu memiliki program bersama. Program bersama tersebut dapat menjadi kekuatan yang ampuh bila ia dapat menyerap aspirasi rakyat seluas-luasnya dan memiliki kemampuan memobilisasi yang besar. Program bersama yang merupakan program umum itu harus dijelujuri oleh garis politik yang tepat dan dilengkapi dengan semboyan-semboyan politik praktis yang tepat pula, untuk kemudian disosialisasikan ke segenap massa rakyat seluas-luasnya. Di sinilah perlunya secara mutlak pekerjaan di kalangan massa. Dengan demikian massa yang selama Orde Baru didepolitisasi itu dapat disadarkan, dibangkitkan untuk kemudian dimobilisasi.

Syamsul Muarif . Simpatisan KAMUS PR