Sabtu, 22 Mei 2010

Arbi Sanit: Mundurnya Sri Mulyani Rekayasa dan Kompromi Politik

Mundurnya Srimulyani dari kursi Menteri Keuangan menurut pengamat politik Arbi Sanit tak lebih dari usaha rekayasa dari pemerintah untuk menghindari proses hukum kasus bank Century. “Ini adalah satu bentuk kompromi politik antara pemerintah dan anggota koalisinya. Langkah ini utamanya adalah demi mengakomodir Partai Golkar dan PKS yang memang tidak menyukai Sri Mulyani,” katanya.

Masih menurut Arbi Sanit, bahwa solusi dengan mengorbankan Sri Mulyani untuk turun dari jabatannya adalah karena jalan buntu politik yang ditemui setelah pengusutan Pansus Century yang tidak akan berhenti sampai Sri Mulyani dapat dilengserkan dikarenakan ketidaksukaan Golkar dan PKS terhadap Sri Mulyani. Ini terbukti ketika ada gerakan boikot atas Sri Mulyani. Hanya PDIP dan Hanura yang tetap konsisten terhadapa gerakan itu. sementara Golkar dan PKS tidak ikut mendukung meskipun dalam Pansus kemarin termasuk salah satu fraksi yang lantang menyuarakan pengusutan Century. “Ini sudah merupakan sinyal bagi saya bahwa ada kompromi yang telah disepakati dengan mengorbankan Sri Mulyani,” kata Arbi.

Dengan mengorbankan Sri Mulyani, maka elite-elite politik akan selamat tanpa harus mempertimbangkan keinginan rakyat agar kasus Century itu dapat diselesaikan. “Memang sejak kapan rakyat menjadi pertimbangan? Langkah ini hanya untuk menyelamatkan semua elite politik. Pemerintahan saat ini telah mengakomodir keinginan partai-partai politik yang ada. Dengan mundurnya Sri Mulyani maka kasus Century pun selesai,” ujarnya.

Selain elite politik, Arbi Sanit menganggap pemerintah Amerika Serikat telah ikut berperan andil dalam kepindahan Sri Mulyani menjadi Managing Director World Bank karena Amerika Serikat tentunya memiliki kepentingan atas stabilitas di Indonesia dan AS jelas memainkan peranannya di Bank Dunia sebagai salah satu pemegang saham terbesar di sana, dengan meletakkan Sri Mulyani di sana,” katanya. (HQ)

Ibu Hasrie Ainun Habibie Meninggal Dunia

Ny Hasrie Ainun Habibie (73) istri mantan Presiden Habibie dikabarkan telah meninggal dunia di Rumah Sakit Ludwig Maximilians-Universitat, Klinikum Gro’hadem, Muenchen, Jerman, Sabtu (22/5) pukul 17.30.

Menurut rencana jenazah Ny Ainun Habibie akan dimakamkam di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Jenzah akan diberangkatkan dari Jerman hari selasa dan direncanakan tiba di Jakarta Sore hari.

Saat dikonfirmasi , Ima dari Habibie Centre membenarkan kabar duka tersebut. Sebelumnya Ima memberikan informasi, ”Saat ini (semalam), semua anggota keluarga sudah berkumpul di sana. Kondisi Ibu kritis sekali. Kami masih menunggu kabar.”

Ketika Ny Ainun Habibie meninggal suami B.J Habibie dan semua keluarga sedang menungguinya kecuali Ilham Habibie yang saat ini tinggal di Indonesia. Namun sabtu pagi dia sudah terbang ke Jerman.

Menurut Ima dari Habibie Centre Ny Hasrie Ainun Habibie dirawat sejak 24 Maret, ditanya tentang sebab meninggalnya Ainun Habibie Ima menjelaskan bahwa Ny Ainun Habibie telah beberapa kali mengalami operasi, baik operasi utama maupun operasi eksplorasi. ”Dari kabar yang kami terima terakhir, penyakitnya yang paling parah ada di usus besarnya,” ujarnya.

Operasi pertama dilakukan pada 7 April dan berlangsung selama 7 jam. Dalam kurun 25 hari selanjutnya Ny Ainun Habibie telah menjalani tujuh kali operasi. Seperti dikutip Berita Antara, total beliau sudah 9 kali menjalani operasi

Almarhumah Ainun Habibie dilahirkan pada tanggal 11 Agustus 1937 di Semarang, dari pasangan Mohammad Besari dan Hajjah Sadarmi dan merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1961 sempat bekerja sebagai asisten ahli dibagian anak RS Cipto Manngunkusumo. Pada 12 Mei 1962 menikah dengan B.J Habibie dan dikarunia dua putra Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Haibie.(HQ)

Inter Mengukir Treble Winne


Inter mengukir juara Liga Champion setelah mengalahkan 0-2 di partai final melawan Bayern Munchen yang dilangsungkan Di Santiago Barneubeu Madrid (22/5/2010). Dua gol Diego Milito dimenit 35 dan 62 memastikan Inter sebagai klub pertama serie A yang meraih treble winner.

Bermain di depan 85 ribu dalam stadion Santiago Barneubeu, Inter yang diprediksi bakal bermain defensive dimenit-menit awal justru menyerang terlebih dahulu dan membuat pemain Munchen memperlambat permainan.. walau akhirnya pemain-pemain Bayern merebut tempo permainan. Namun anak asuh Louis Van Gaal gagal menembus jantung pertahanan Inter.

Pada menit ke 18 dan 26 Wesley Sneijder mempunyai kesempatan melakukan tendangan bebas namun 2 kali tendangan bebas itu dapat dimentahka oleh kesigapan kiper Munchen Jorg But.

Dalam dominasi penguasaan bola pemain Munchen, Inter mampu mencuri serangan balik yang cepat lewat umpan jarak jauh kiper Inter Caesar yang ditanduk Milito kearah Sneijder dan dikembalikan lewat umpan terobos kembali, bola mampu disarangkan Milito ke Jorg But. Kedudukan 0-1 bertahan sampai turun babak pertama.

Awal babak kedua pemain FC Hollywood mengejutkan lewat Thomas Mueller dengan peluang di depan gawang Caesar tapi tendangan Mueller masih tertepis oleh kaki Caesar kiper Inter.

Semenit kemudian Goran Pandev membalas dengan tendangan dari luar kota penalty. Pandev melambungka bola ke pojok atas gawang Butt. Sang kiper Butt dapat menepisnya dengan sigap.

Tertinggal 0-1 membuat pemain-pemai Bayern Munchen semakin rajin melakukan serang dan mendominasi penguasaan bola. Sehingga beberapa kali gawang Inter terancam. Misalnya dimenit 62 sepakan Mueller yang masih tertepis kepala Esteban Cambiasso lalu tendangan kilat Arjen Robben masih mampu di antisipasi oleh Caesar.

Dalam kondisi menyerang, Samuel Eto’o mampu mencuri bola lalu diberikan kepada Diego Milito di sayap kanan, dengan sedikit mengelabuhi Van Buyten Milito sukses mengirim bola ke gawang Butt dimenit 71.

Ketinggalan 0-2 pasukan Van Gaal tak ada pilihan lagi kecuali terus memborbardir gawang Inter, dengan memasukan Miroslave Klose. Akan tetapi tak satupun pemain FC Hollywood berhasil menembus pertahanan gerendel pemain-pemain Inter yang penuh disiplin itu. sampai wasit Howard Webb meniup peluit panjang babak kedua hasil 0-2 untuk Inter.

Penantian panjang Inter Milan setelah 45 tahun tidak merebut Liga Champion tuntas. Terkahir menjadi Juara piala Champion pada tahun 1965 sebelum berubah menjadi format Liga Champion sekarang.

Pencapaian Inter serasa lengkap setelah minggu kemarin mereka berhasil mempertahankan Scudetto Serie A dan sebelumnya merebut kembali Piala Italia, keduanya dari AS Roma yang menjadi pesaing utama di liga domestik.

Kebahagian dirasakan oleh segenap Internisti pendukung Inter Milan tetapi juga oleh sang Presiden Massimo Moratti yang menganggap kemenangan dalam pertandingan final itu sebagai hari terpenting dalam hidupnya. Setelah menunggu 45 tahun. "Ini kebahagiaan yang sama dengan 45 tahun lalu," kata Moratti usai kemenangan 2-0 yang diraih Inter atas Bayern Muenchen, Sabtu (22/5/2010).

Gelar ini pun merupakan persembahan sang pelatih Jose Mourinho kepada sang Presiden yang telah memimpin Inter sejak 1995 lalu rehat dua tahun sebelum kembali lagi memimpin Inter. "President Moratti merupakan orang yang sangat spesial bagi saya," kata Mourinho sehari sebelum final lawan Bayern Muenchen, Jumat (21/5/2010). "Saya harap dapat melihatnya tersenyum bersama trofi besok, menangis gembira. Saya akan senang melihat fotonya bersama trofi di samping foto ayahnya di Appiano Gentile."

Kamis, 20 Mei 2010

Peran Partai Politik Dalam Mendorong Partisipasi Politik Rakyat


Oleh; Idhar, S.psi

Salah satu hasil dari gerakan reformasi pada medio Mei ’98 yang dipelopori mahasiswa, hadirnya ruang kebebasan politik, dimana rakyat secara bebas untuk menjadi anggota dan mendirikan partai politik baru, diluar partai politik yang ada dan golkar. Kerinduan rakyat akan partai politik baru ini ditangkap oleh kalangan elit politik republik ini, dengan mendirikan partai politik dan menawarkan kembali idiologi-idiologi besar yang pernah tampil dipanggung politik Indonesia dimasa pemilu tahun 1955. Ada yang menghadirkan kembali ide besar Bung Karno dengan marhaenismenya; idiologi sosialisme ala Indonesia/sosialisme kerakyatan; ada yang mendasarkan pada ikatan-ikatan keagamaan, misalnya Islam, Kristen; selain itu juga yang mencoba bermain-main dengan mendasarkan pada basis konstituen kaum buruh, petani, nelayan, serta kaum miskin kota.

Kebebasan berpartai politik ini terekspresi dengan banyaknya jumlah partai politik, ada sekitar 180 partai baru berdiri, meskipun hanya 142 partai yang dapat didaftarkan, dan hanya 48 yang lolos ikut bertanding dalam pemilu 1999. Pemilu pertama setelah jatuhnya rejim otoriter Soeharto. Uforia rakyat untuk terlibat dalam politik pun, seperti tidak terbendung. Ajang kampaye partai politik dihadiri ribuan/bahkan jutaan simpatisan pendukungnya. Rakyatpun meluapkan kebebasannya dengan melakukan arak-arakan di jalan-jalan raya, sebuah kejadian yang tidak pernah terjadi selama dibawah kekangan kokang senjata rejim Orde Baru selama 32 tahun. Jutaan rakyat tumpah-ruah dan berduyun-duyun menghadiri kampaye yang diadakan partai politik. Rakyat dengan kesadarannya, mendatangi tempat-tempat kampaye untuk mendengarkan para juru kampaye berkotbah, tentang visi kedepan bangsa Indonesia.

Uforia rakyat untuk terlibat dalam aktivitas politik, ini terlihat dari banyaknya massa yang mendatangi kampaye, dan memberikan suaranya dibilik-bilik pemungutan suara, dengan satu harapan pemilihan umum kali ini akan melahirkan sosok pemimpin/wakil rakyat, yang benar-benar memperjuangakan kepentingan rakyat, pemimpin yang bersih dan tidak melakukan tindakan-tindakan seperti yang lazim terjadi di masa Orde Baru, seperti kolusi, korupsi, dan nepotisme. Tidak kurang seratus lima juta lebih rakyat menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum tahun 1999. Terlepas dari segala kritik yang memgikutinya, pemilu tahun 1999, dinilai sukses oleh sebagian besar kalangan, sebagai pemilu yang demokratis kedua setelah pemilu tahun 1955.

Pemilu di tahun 1999, kemudian menghadirkan elit-elit politik baru dalam pentas politik nasional, dan sebagian juga berasal dari elit politik lama, terutama dari partai Golkar. Rakyat kemudian menaruh harapan yang besar pada elit baru yang baru tumbuh, yang diharapkan akan membawa kesejahteraan rakyat dan jauh dari praktek-praktek korupsi. Harapan rakyat yang besar pada wakil-wakilnya yang duduk di lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, tidak berbanding lurus dengan tingkah laku para elit partai politik, banyak dari anggota DPR yang terlibat dalam kasus- kasus korupsi, sebagain dari elit partai ini tampil bak orang kaya baru, dengan menggunakan mobil-mobil mewah, bahkan mumcul anekdot “cari mobil mewah, ya di senayan’, gedung DPR menjadi showroom mobil mewah paling lengkap”. Perilaku/gaya hidup yang jauh dari kehidupan konstituen yang mereka wakili.

Perilaku elit partai politik ini kemudian, disikapi secara apatis oleh rakyat, dengan menganggap/memandang secara sinis apapun yang berkaitan dengan politik; banyak argumentasi yang dikemukakan rakyat bahwa politik hanya menjadi urusan perebutan kekuasaan antar elit partai, dan rakyat hanya digunakan untuk menjadi alat dari perebutan kekuasaan semata. Argumentasi yang lebih jauh menunjukkan bahwa politik hanya menjadi permainan bagi segelintir elit partai, yang pada akhirnya hanya menjadi ajang berkarir, dan memperkaya diri sendiri.

Apatisme rakyat akan politik disatu sisi, dengan lemahnya kontrol rakyat akan kebijakan-kebijakan publik yang berkaitan dengan dirinya, rakyat mendapati para wakil-wakilnya tidak pernah memperjuangkan secara nyata beberapa kebijakan yang berimplikasi pada kehidupan rakyat, kebijakan kenaikan BBM, upah buruh yang jauh dari layak, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, kenaikan harga pupuk dan kelangkaan pupuk yang selalu dialami para petani. Rakyat kemudian bertanya dimana wakil-wakil yang dulu dipilih saat pemilu, sikap lanjut dari apatisme rakyat, melahirkan fenomena yang dikenal sikap antipartai politik, bahwa sudah tidak ada beda lagi antara partai politik yang satu dengan lain, partai hanya hadir menjelang diadakannya perhelatan akbar kampaye, begitu masa kampaye usai, partai-partai kemudian menghilang bak ditelan bumi,

Rakyat; Menjawab Dengan Golput

Pemilu tahun 2004, seakan menjadi hukuman bagi partai politik, dimana pada pemilu tahun ini, jumlah golput mencapai rekor tertinggi sepanjang perhelatan pemilihan umum digelar. Golput yang pada tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar pada angka 10%, pada pemilu tahun 2004 menjadi 23,34%, fenomena golput juga semakin meningkat dibeberapa pilkada yang baru digelar Juni 2005, kecenderungan meningkatnya golput berdampak pada jumlah dukungan suara yang masuk kepada masing-masing pasangan calon peserta pilgub dan pilbup atau walikota. Kisaran angka 30% golput saja membuat pasangan peserta tidak akan meraih dukungan di atas 50%. Tidak mengherankan, jika kemenangan baik di pilihan gubernur, pilihan bupati atau walikota lebih banyak mencapai kisaran 40%, bahkan kurang dari 40%. Secara formal, legitimasi kemenangan memang sudah sah. Namun, legimatimasi dukungan masyarakat secara riil menjadi berkurang. Lebih jelasnya suara golput saat pemilu dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Suara Golput Sepanjang Pemilu

Tahun Pemilu Pemilih Terdaftar Suara Sah Golput

1955 43.084.719 37.785.299 87,7 5.299.420 12,3
1971 58.558.776 54.635.338 93,3 3.923.438 6,7
1977 70.670.153 64.733.860 91,6 5.936.293 8,4
1982 82.002.545 74.122.100 90,39 7.880.445 9,61
1987 93.965.953 86.082.210 91,61 7.883.743 8,39
1992 107.565.000 97.789.534 90,9 9.775.466 9,1
1997 125.640.000 112.991.150 89,9 12.648.850 10,1
1999 117.738.000 105.786.661 89,8 11.951.339 10,2
2004 148.000.041 113.456.840 76,66 34.543.201 23,34

Keterangan: Angka Golput = DPT-(pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya + jumlah suara tidak sah).

Apabila menyimak angka-angka dalam tabel di atas menunjukkan bahwa, pelaksanaan pemilihan umum dari waktu ke waktu, jumlah golongan putih (golput) menunjukkan perkembangan yang terus meningkat. Jika pada Pemilu 1955, yang dikenal paling luber dan paling demokratis, tingkat golput mencapai 12,3 persen. Fenomena golput masih belum tinggi di era pemilu orde baru yang rakyatnya masih dimobilisasi dalam pemilu. Pemilu 1971 golput mencapai 6,7 persen, kemudian meningkat menjadi 8,4 persen dalam Pemilu 1977 dan meningkat lagi dalam Pemilu 1982 menjadi 9,61 persen. Dalam Pemilu 1987 turun menjadi 8,39 persen dan meningkat lagi dalam Pemilu 1992 menjadi 9,1 persen, dan 10,1 persen dalam Pemilu 1997. Sedangkan suara golput yang dicapai pada Pemilu 1999, pasca jatuhnya rezim otoriter, angka golput juga masih meningkat, yakni mencapai 10,2% persen. Hal ini bila memasukkan jumlah suara yang tidak sah karena berbagai alasan sebagai suara golput. Pada saat Pemilu 2004 angka golput meningkat tajam menjadi 23,34% persen.

Pertanyaan yang layak diajukan kemudian, bagaimana bisa terjadi perubahan yang begitu cepat sikap rakyat terhadap partai politik dan rendahnya partisipasi politik, rakyat yang ditahun 1999, menyambut secara gegap-gempita hadirnya partai politik baru, dan terlibat secara suka rela untuk mendatangi kampaye dengan berarak-arakan, maupun datang ke bilik-bilik tempat pemungutan suara, untuk memberikan suaranya. Kondisi ini kemudian berbalik pada pemilihan umum tahun 2004. Pertayaan yang lebih lanjut sebenarnya bagaimana peran partai politik ditengah-tengah masyarakat.

Representasi Semu Wakil Rakyat

Pemilu pertama setelah rezim otoriter soeharto, melahirkan sirkulasi elit-elit baru dari pentas politik nasional, lahirnya elit politik baru/para wakil rakyat diharapkan akan membawa kepentingan rakyat yang menjadi konstituennya, selain itu para wakil rakyat ini menjadi representasi dari partai politik, yang lebih jauh sebenarnya merupakan representasi rakyat yang ada di lembaga perwakilan rakyat. Hadirnya elit baru ini dimungkinkan karena salah satu dari fungsi partai politik, yakni rekrutmen politik. dimana partai politik berkewajiban untuk melakukan seleksi dan rekruitmen dalam rangka mengisi posisi dan jabatan politik tertentu. Dengan adanya rekruitmen politik maka dimungkinkan terjadinya rotasi/mobilitas politik. Tanpa rotasi dan mobilitas politik pada sebuah sistem politik, maka akan muncul diktatorisme dan stagnasi politik dalam sistem tersebut.

Hadirnya para wakil rakyat di lembaga perwakilan rakyat, diharapkan membawa kepentingan para konstituennya, dan memperjuangkan apa yang menjadi kehendak rakyat, akan tetapi kehendak ini jauh dari harapan semula, banyak kasus dijumpai para wakil rakyat lebih mengendepankan kepentingan pribadi dan partainya, fenomena penggusuran yang dialami pedagang kaki lima, penggusuran warga stren kali; mencerminkan betapa lemahnya para wakil rakyat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat kecil dan kepentingan kelompok-kelompok marjinal di perkotaan. Ini sekali lagi menunjukkan representasi yang semu para wakil rakyat.

Representasi yang semu dari para wakil rakyat, menunjukkan bahwa para wakil rakyat tidak berangkat dari dukungan rakyat dalam pengertian yang sesungguhnya. Mereka hanya menjadi kepentingan partai politik semata, banyak dari wajah-wajah anggota DPR yang tidak dikenal rakyat, akan tetapi mereka para wakil rakyat sebagai anggota DPR, hanya karena kedekatannya dengan elit partai politik atau memiliki modal financial yang cukup untuk membeli nomor urut pencalegkan, maupun untuk membeli suara pemilih. Secara social para wakil rakyat ini tidak tumbuh dan besar dengan pergumulan rakyat, sehingga menjadi wajar para wakil rakyat tidak pernah memperjuangkan kepentingan rakyat.

Rekrutment politik yang diharapakan sebagai sarana terjadinya rotasi dan mobilitas politik dalam tubuh partai, dimana terjadinya pergantian elit politik lama, dengan elit politik baru, baik secara alamiah maupun sebagai sarana hukuman rakyat terhadap elit. Rakyat sebenarnya berada pada posisi yang sentral dalam proses demokrasi, elit partai yang menjadi anggota DPR yang tidak memperjuangkan kepentingan rakyat, akan dihukum dengan tidak memilihnya lagi pada pemilihan selanjutnya. Tetapi dalam kenyataannya partai politik selalu menghadirnkan elit-elit/caleg yang tidak mengakar pada rakyat, sehingga meskipun dimungkinkan untuk terjadi rotasi politik dalam tubuh partai, rakyat selalu mendapati para pemimpin yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat, proses politik ini akan meminimalkan partisipasi politik rakyat, karena tiadanya wakil rakyat yang layak untuk dipilih.

Memperkuat Peran Partai Politik

Partisipasi politik rakyat menjadi elemen yang penting dalam proses demokrasi, tanpa partisipasi politik aktif rakyat, proses pemilihan umum hanya menjadi prosedur demokrasi saja, selain itu minimnya partisipasi politik rakyat, hasil pemilihan umum menjadi lemah/kehilangan legitimasinya. Ada beragam cara untuk mendorong partisipasi politik rakyat; antara lain, Pertama; memperkuat kembali peran dan fungsi partai politik, peran dan fungsi partai politik antara lain sebagai sarana sosialisasi politik, Rekrutmen politik. Partisipasi Politik. Pemadu Kepentingan. Pengendalian Konflik, dan Kontrol politik. Selain itu partai politik memiliki struktur sampai pada tingkat yang paling bawah hingga pada tingkat RW, struktur ini akan efektif sebagai sarana pendidikan politik warga. Partai politik juga menjadi alat yang legal untuk melakukan pendidikan politik, peran-peran ini bila dilakukan secara maksimal akan menggantikan peran LSM dalam melakukan pendidikan politik rakyat. Kedua; memperkuat keterwakilan/representasi wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, partai harus lebih selektif dengan mempertimbangkan banyak aspek untuk menentukan caleg yang akan diajukan pada pemilihan, baik menjadi caleg/calonwalikota, baik kapasitas/kemampuan secara personal juga rekam jejaknya, selain itu aspek representasi ini juga memasukkan unsur kedekatan caleg atau cawawali dengan rakyat, ada kesejarahan antara kandidat yang akan diusung dengan kerja-kerja pendampingan pada rakyat.

(For: Aufkalrung-Online)

Senin, 17 Mei 2010

Sosialisai Partisipasi Pemilukada Surabaya.

Surabaya Aufklarung - Tingginya angka golput karena rendahnya tingkat partisipasi masyarakat baik dalam setiap pemilu nasional maupun pemilukada di daerah-daerah mendorong lembaga lembaga pemerintah untuk terus gencar melaksanakan sosialisasi tentang pemilihan umum di masyarakat. Senin siang di daerah Kapasan Dalam tepat di kelurahan, sekitar 60 warga begitu antusias mendengarkan paparan materi seminar yang bertajuk “ Peran Partai Politik Dalam Partai Politik Masyarakat” yag diadakan atas kerjasama Departemen Dalam Negeri dan Sinar Rakyat Indonesia bertempat di kelurahan Kapasan (17/05).  

Dalam acara seminar sosialisasi partisipasi politik masyarakat menghadirkan Idhar.S.psi selaku Direktur PUSDEK (Pusat Studi untuk Demokrasi Ekonomi dan Keadilan Sosial) dan Panwaslu Kecamatan M. Ramli.

Masyarakat begitu antusias ketika mendengar pemaparan Idhar.S.psi tentang bagaimana dan kenapa partisipasi masyarakat dalam berpolitik semakin lemah dan cenderung acuh tak acuh. Suasana sosialisasi terlihat begitu santai dan beberapa kali ditimpali dengan celotehan yang memang banyak didominasi oleh Ibu-ibu itu. Contoh ketika sesi pertanyaan dan diskusi mengenai partisipasi masyarakat “ Pak apa boleh kita menerima duit dari partai politik atau calon walikota?” ujar Marwati seorang peserta Sosialisasi. Mendengar pertanyaan itu spontan para peserta lainya tertawa karena pertanyaan ibu tadi. 

Menurut Idhar, direktur PUSDEK kondisi masyarakat yang semakin apatis terhadap politik dan pemilu pada umumnya adalah efek warisan dari orde baru selama 32 tahun. “ jadi kenapa orang sekarang tidak partisipatif dalam setiap pemilu, ya itu karena selama 32 tahun di jaman orde baru masyarakat mendapat kekangan kebebasan dalam berpolitik karena partai dirampingkan hanya menjadi 3 partai saja.” Tegas Idhar.

Masih menurut Idhar fungsi partai yang tidak berjalan dan tidak pernah berada di tengah-tengah masyarakat membuat masyarakat begitu apolitis dengan berbagai pemilu yang ada. “ partai yang seharusnya mampu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Ternyata tidak mampu melaksanakan fungsinya sebagai mestinya. Jadi seharusnya partai bisa meniru partai yang pernah ada dan begitu aktif memberikan pendidikan politik dan menyerap aspirasi dari masyarakat seperti pada pemilu tahun 1955.” Katanya. 

Masyarakat menurut Idhar harus berani bertidak dengan melakukan kontrak kontrak politik terhadap calon-calon walikota dan kandidat. Dan jangan sampai golput meskipun golput merupakan hak setiap warga.

Selain membahas tentang partisipasi politik, dalam seminar itu juga disinggung soal DPT yang masih acak-acakan. Idhar menjelaskan bahwa terjadi keamburadulan DPT bukanlah sepenuhnya kesalahan masyarakat yang tidak mau mendaftar atau yang belum terdaftar. Hal senada ternyata dibenarkan oleh seorang peserta seminar yang mengamini dari narasumber “ memang benar yang terjadi selama ini, bagaimana mungin seorang yang telah meninggal masih terncatat dalam DPT. Masyarakat tentu tidak bisa disalahkan dengan itu. Untuk mengurus pemberitahuan seharusnya kita cukup memberitahukan kepada perangkat desa, namun kenyataannya kita harus melaporkan ke puskesmas dan membayar pula. Itu yang akhirnya menyebabkan warga enggan untuk melaporkan daftar anggota yang meninggal itu.” Keluh Edy.

Dalam pemilukada Surabaya nanti akan terjadi perubahan tata cara pelaksanaan pemilihan kembali pada system coblosan lagi. “ pemilukada Surabaya ini akan kembali lagi memaki coblosan bukan contreng pada pemilu sebelumnya karena ini merupakan perintah dari KPU.” Ujar M. Ramli Panwaslu Kecamatan yang turut hadir dalam sosialisasi itu. (HQ)


Minggu, 16 Mei 2010

Tundukan Siena, Inter raih Scudetto.

Keberhasilan mengalahkan Siena 1-0 pada giornata (pertandingan) ke 38 di Artemio Franchi, Minggu (16/5/2010) memastikan Inter Milan untuk merebut scudetto dengan mengemas 82 poin di atas AS Roma yang menjadi rival utama dalam perburuan scudetto. Meskipu dalam kesempatan yang sama AS Roma berhasil mengalahkan Chievo 0 -2, namun Inter unggul 2 point menjadikan posisinya sebagai capolista tak tergoyahkan hingga pekan terakhir.

Gol penentu kemenangan dicetak Diego Millito. Dan pertandingan berjalan alot. Beberapa peluang yang seharusnya menjadi gol tak kunjung terlesakan. Pada menit ke 13 Mario Ballotelli sebenarnya mempunyai kans untuk membuka pesta inter lewat tandukan dari umpan silang Sneijder namun bola tandukan Ballotelli masih melenceng ke samping.

Disisi lain Siena belum begitu mengancam pertahanan, Inter lagi-lagi lewat Diego Millito Pada menit ke 22 yang berada di depan mulut gawang berhasil menyundul umpan Ballotelli tapi bola meluncur dipelukan Curci penjaga gawang Siena.

Baiknya penampilan Curci lagi-lagi menggagalkan peluang yang dibuat pemain Inter. Eto’o yang berdiri di dekat tiang gawang berhasil menyambut umpan Sneijder gi gagalkan oleh Curci.

Di tengah agrsifitas pemain Inter yang terus memborbardir pertahanan, dengan mengandalkan umpan-umpan silang, Siena masih mampu melakukan ancaman ke gawang Inter melalui Massimo Maccarone pada menit ke-37, yang melepaskan tembakan akurat dari luar kotak penalti ke sudut kiri atas gawang Julio Cesar. Sayang, tembakannya terbaca dan tertepis oleh Cesar.

Sadar mendapat ancaman dari Siena, pemain-pemain Inter makin gencar melakuka serangan. Namun sampai peluit babak pertama selesai kedudukan masih 0-0.

Pada babak kedua Inter masih terus melakukan serangan yang kali ini lebih bertenaga dengan dukungan Zanetti dan Maicon dari sayap. Dibabak kedua ini juga Inter tidak lagi mengandalkan umpan-umpan silang tapi lebih memainkan umpan-umpan bola pendek dengan kordinasi antar pemain yang lebih solid sehingga mampu lebih mudah meloloskan serangan Inter dari ketat dan disiplinnya pertahanan Siena.

Pada menit ke 52 misalnya Zanetti berhasil merangsek ke pertahanan Siena dan berhasil memberi umpan dari luar kotak penalty yang berhasil disambut Millito dan langsung menendang ke tengah atas gawang Curci namun kesigapan kiper Curci berhasil kembali menggagalkan tendangan Milito.

Akhirnya pada menit 57 mereka berhasil membobol gawang Curci. Gol bermula ketika Zanetti berhasil mengirim umpan ke Milito dari sector tengah kotak penalty yang sempat dikontrol terdahulu oleh Milito sebelum ditendang dan bersarang di gawang Curci.

Tak ma uterus ditekan oleh pemai-pemain Inter pemain Siena lebih mensolidkan petahanan, namun dalam sisa waktu yang tersisa Siena tidak mampu mengancam gawang Inter dan kedudukan tetap 1-0 untuk Inter.

Sepanjang pertandingan, Inter Milan menguasai bola sebanyak 72 persen dan menciptakan lima peluang emas dari 22 kali percobaan. Sementara itu, Siena melepaskan dua tembakan akurat dari enam usaha. (HQ)

Bukan Menjadi Pemilih Kucing Dalam Karung

Oleh: Idhar, S.psi

Perhelatan pemilihan umum kepala daerah sebentar lagi akan diselengggarakan KPU kota Surabaya, untuk memilih calon walikota dan wakil walikota kota Surabaya. Jauh –juah hari para kandidat walikota telah memasang spanduk, baliho, billboard disepanjang jalan-jalan utama kota Surabaya, bahkan terkadang masuk di gang-gang kecil di perkampungan. Sebagai upaya untuk mensosialisasikan diri pada masyarakat, tidak sedikit kemudian masyarakat bertanya-tanya, siapa gerangan sosok yang terpampang di baliho atau sepanduk tadi, bahkan ada kesan yang muncul, wajah-wajah yang terpampang di spanduk, merupakan wajah yang asing bagi warga kota.
Warga melihat sosok yang muncul tidak pernah berkiprah di Kota Surabaya sebelumnya, sehingga warga kota tidak memiliki memori atau rekam jejak kandidat yang maju pada pemilukada, warga hanya tahu bahwa kandidat yang maju berwajah ganteng, dan menampilkan diri sebagai sosok yang peduli dengan kota Surabaya.
Fenomena ini tentu saja, menyeruak batin kita, dimana para kandidat yang maju dalam pemilukada lebih senang dengan menampilkan diri di baliho dengan gambar yang berwajah manis, dan untaian kata-kata yang sok membela rakyat kecil, atau membual dengan kata-kata yang tidak memiliki pijakan empirisnya (mis, akan mengurangi pengangguran, menciptakan lapangan pekerjaan, tidak akan mengusur pedagang kaki lima, bahkan akan menyediakan pendidikan gratis). bahkan kita lebih sering menjumpai kandidat walikota, berkampaye kesana-kemari dengan memberi sesuatu pada warga kota, seakan-akan sebagai orang yang paling dermawan di republik ini. Perilaku kandidat walikota ini tentu saja tidak mendidik secara politik, dimana pemilihan walikota disederhanakan hanya dengan tampil di spanduk dan baliho dan membagi-bagikan sembako atau melibatkan diri sebagai orang yang peduli terhadap lingkungan, dengan aksi bersih lingkungan atau menanam pohon.

Jarang sekali kita temui kandidat yang mempaparkan visi dan misi dan program untuk menata kota selama lima tahun ke depan, kemudian mensosialisasikan gagasan tentang pembenahan kota ke kampoeng-kampoeng atau melalui ruang-ruang diskusi/seminar dengan warga kota. Warga tidak pernah dilibatkan secara aktif dalam proses politik, bagi kandidat lebih mudah untuk memberi sembako atau mengadakan lomba untuk mendatangkan massa daripada harus bersusah-payah untuk mensosialisasikan gagasan dan memperdebatkan gagasan dengan warga kota. Potret politik seperti ini tentu saja, tak ubahkan dengan politik di jaman “Orde Baru” dimana rakyat hanya dimobilisasi dengan arak-arakan untuk datang ke areal kampaye, mendengarkan para jurkam berkotbah dengan janji-janji hari esok akan lebih kalau partainya menjadi pemenang di pemilihan umum.

Proses politik yang sarat modal finansial ini bila terus berlanjut akan melahikan defisit pemimpin yang memiliki karakter politik yag kuat dan berpihak pada rakyat, alih-alih untuk membela kepentingan rakyat, yang ada kalau sudah menjadi walikota tentu saja, akan mengembalikan modal terlebih dahulu, karena modal yang dikeluarkan terlalu banyak untuk memberi sembako selama perhelatan kampaye, atau mengembalikan pinjaman modal dari para cukong. Gejala yang lebih berbahaya adalah kosongnya kandidat-kandidat yang memiliki visi, misi dan program yang berkualitas, karena tiadanya modal untuk maju menjadi walikota, sudah menjadi cerita umum untuk maju dipemilukada, kandidat harus menyediakan sebanyak mungkin dana bagi partai politik, sebagai mahar, agar kandidat mendapat rekomendasi dari partai politik yang mengusungnya dan membiayai mesim politik partai agar dapat bekerja.
Warisan Politik; De-politisasi dan De-idiologisasi Massa

Potret politik seperti yang terurai di atas tentu saja tidak lahir begitu saja, ada ruang sosial yang melahirkan kondisi politik tanpa partisipasi publik yang bermakna. Pertanyaanya kemudian bagaimana kondisi sosial politik yang melahirkan partisipasi politik semu ini, situasi partisipasi yang ditandai dengan; kandidat yang tidak bekerja berdasarkan visi, misi dan program yang nyata, tetapi lebih mengedepankan kegiatan-kegiatan yang sporadis/karitatif yang mampu mendatangkan massa dalam jumlah besar; di satu sisi massa akan datang ke kampaye bila diberi uang/sembako. Partisipasi politik semu ini merupakan warisan atau sisa-sisa dari praktek politik selama orde baru, dengan apa yang kita kenal dengan istilah De-politisasi dan De-idiologisasi massa. Secara sederhana De-politisasi dan De-idiologisasi usaha rezim yang sedang berkuasa untuk menjauhkan rakyat dari partisipasi politik aktif, rakyat hanya dibuat mengambang dan akan dihadirkan menjelang diadakan pesta kampaye lima tahunan, kemudian rakyat dipaksa berduyun-duyun mendatangi TPS untuk mencontreng/mencoblos partai penguasa (golkar).

De-politisasi secara massif yang dilakukan rezim orde baru ini, kemudian melahirkan sikap apolitis warga, bahwa politik hanya menjadi urusan segelintir elit partai, rakyat sebaiknya bekerja dan tidak perlu terlibat dalam aktivitas politik karena politik merupakan usaha tipu daya dari elit partai, jauh dari moral yang baik, banyak kata kemudian sematkan pada perilaku politik, bahwa perilaku politik merupakan tindakan kotor yang tidak terpuji. Sebuah usaha untuk mendepolitisasi massa agar tidak terlibat dalam politik aktif.

Usaha mengambangkan massa juga dilakukan dengan melakukan de-idiologisasi antara massa dengan partai politik, kita melihat semasa orde baru, semua partai politik menganut asas tunggal pancasila, sehingga tidak ada beda antara partai yang satu dengan partai politik yang lain, sudah tidak ada beda antara lagi antara penganut/konstituen partai A dengan penganut/konstituen partai B. situasi ini sangat kental semasa orde baru, yang terjadi kemudian rakyat tidak memiliki tokoh yang menjadi panutan atau tokoh partai yang mampu menyerap aspirasi rakyat. De-idiologisasi ini juga usaha untuk memotong rantai ikatan rakyat dengan partai politik, kondisi ini kemudian melahirkan elit partai yang tercerabut dari akar-akar massa, apa yang diperjuangkan partai politik tidak menyambung dengan apa yang menjadi kehendak rakyat, karena terputusnya rantai ikatan antara rakyat dengan partai politik.

Ruang politik yang terbuka lebar semenjak reformasi, yang ditandai dengan lahirnya partai- partai baru, yang tumbuh bak jamur dimusim penghujan, partai-partai baru tumbuh dengan lapak politik berdasarkan ikatan-ikatan primordial semata. PAN lahir dengan lapak politik warga Muhammadiyah, meskipun mencoba membungkus diri sebagai partai modern dan terbuka, PKB yang diawal berdirinya mencitrakan sebagai sosok partai politik yang pluralis, terbuka untuk semua golongan, sejatinya hanya wadah politik warga nadhiyin, PDIP mencoba membangkitkan kembali kaum nasionalis atau para pengagum Bung Karno yang terlelap dari tidur panjang selama orde baru karena dibungkam rezim otoriter Soeharto. Lahirnya partai politik baru, tidak serta merta menciptakan partisipasi politik aktif rakyat. Warisan dari De-politisasi dan De-idiologisasi masih terasa kental, ini terpotret absennya kader-kader partai untuk maju menjadi kandidat dipemilukada, ini menunjukan fungsi kaderisasi dan rekrutmen politik dari partai politik tidak berjalan. Banyak kemudian fenomena kandidat dari figur-figur yang memiliki modal finansial kuat, yang kebanyakan dari pengusaha atau birokrat.

Ikatan-ikatan yang cair dalam partai politik, ini tercermin dengan mudahnya elit partai untuk berganti-ganti partai, bahkan bisa sampai dua atau tiga kali ganti partai, pada saat pemilukada, karena tidak mendapat rekomendasi partai politik dimana dia aktif, akhirnya berpindah partai yang mau memberangkatkan untuk maju pada pemilukada, atau karena tidak mendapat posisi yang strategis dalam tubuh partai, karena kalah bertarung di arena kongres partai atau karena gank politiknya mulai tumbang, kemudian berpindah partai lain yang mau memberikan kedudukan atau jabatan yang lebih strategis, tentu bukan sekedar kelakar kalau di negeri ini ganti partai politik, semudah ganti baju katanya.

Golput; Bukan Alternative Pilihan

Absenya kandidat-kandidat yang memiliki visi, misi dan program yang mencerahkan bagi rakyat, untuk maju dipemilukada, dan dominanya kandidat yang berlatarbelakang pengusaha dan birokrasi di beberapa pemilukada yang berlangsung di beberapa daerah, serta masih kuatnya warisan politik de-politisasi dan de-idiologisasi orde baru, ruang politik ini kemudian beririsan dengan tingginya angka golput, terutama dikalangan pemilih pemula (mahasiswa/pelajar), absenya partisipasi politik mahasiwa ini memiliki latar historis yang cukup panjang, dari kalangan mahasiswa ini inilah gerakan golput dilahirkan. Sebagai bentuk protes terhadap kesewenang-wenangan orde baru.

Istilah “golput” (kependekan dari golongan putih) memang sangat lekat dengan politik. Istilah ini muncul kali pertama di proklamasikan pada 3 Juni 1971, di Gedung Balai Budaya Jakarta, yang diperkenalkan oleh sejumlah kalangan aktivis muda saat itu, seperti Arief Budiman, Imam Waluyo, Julius Usman, Husin Umar, Marsilam Simanjuntak, dan Asmara Nababan. Golput adalah gerakan moral sebagai bentuk protes terhadap UU Pemilu No.15/1969 yang dinilai mengkerdilkan partai politik. Menurut Arief Budiman, UU Pemilu No.15/1969 tersebut telah mematikan kekuatan-kekuatan politik baru dalam pemilu selain partai politik yang ada dan golkar. Golkar sendiri dengan dukungan militer dinilai telah mengecewakan kalangan muda dan masyarakat karena dianggap telah menginjak-injak hak asasi dan demokrasi rakyat.

Secara konseptual ada beberapa kalangan akademisi yang mencoba mendefinikan golput. Menurut Budiman, golput merupakan upaya yang dilakukan oleh rakyat untuk melawan kesewenangan pemerintah orde baru . Sementara itu Arbi Sanit, mengidentifikasi bahwa golput adalah mereka secara sadar yang tidak puas dengan keadaan sekarang, karena aturan main demokrasi diinjak-injak partai politik dan juga tidak berfungsinya lembaga demokrasi (parpol) sebagaimana kehendak rakyat dalam sistem demokrasi . Saiful Mujani melihat golongan putih merupakan protes politik, atau refleksi ketidakpercayaan terhadap partai politik dan pemerintah orde baru yang menggunakan pemilu untuk melegitimasi rezim otoritarian. Karena itu, pemilu seperti dilakukan orde baru harus ditolak, tidak jujur dan adil (jurdil) .

Berdasarkan latar sejarah tersebut, terlihat golongan putih (golput) mempunyai konotasi politik yang kuat dan tidak hanya sekedar kesalahan teknis-administratif. Pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya dilihat semata sebagai bentuk protes terhadap pemerintah atau sikap melawan terhadap pelaksanaan pemilihan umum. Latar belakang sejarah yang melahirkan gerakan golput yang dimotori mahasiswa pada saat itu, tentu sudah jauh berbeda dengan konteks politik hari ini. Dimana ruang kebebasan berpolitik sudah terbuka lebar, ada banyak alternative pilihan terhadap partai politik ada, ini tentu berbeda pada saat gerakan golput dilahirkan yang hanya membolehkan partai yang ada dan Golkar untuk ikut dalam pemilihan umum. Selain itu sudah tidak ditemui lagi represitas yang dilakukan aparat TNI/Polri untuk memaksa rakyat mencoblos salah satu partai, kejadian yang lazim ditemui setiap dilakukan perhelatan akbar pemilihan umum di masa orde baru.

Pertayaannya apakah kita (mahasiswa), tetap menjadi golput walaupun ruang social politik sudah jauh berbeda dengan konteks lahirnya gerakan golput itu sendiri. Tentu pilihan itu menjadi hak pribadi masing-masing orang apakah akan menggunakan hak pilih atau tidak, tetapi menjadi golput bukanlah pilihan yang tepat. Memanfaatkan ruang politik yang terbuka lebar, jauh lebih progresif untuk mendorong terjadinya perubahan, ini bisa dilakukan dengan melakukan kontrak politik dengan kandidat yang maju dipemilukada, menjadi actor yang memediasi kelompok pemilih marjinal, misalnya buruh, warga stren kali, pedagang kaki lima untuk melakukan kontrak politik dengan kandidat yang maju dipemillukada.

Saatnya Menentukan Pilihan.

Ditengah absennya kandidat-kandidat yang memiliki visi, misi dan program yang mencerahkan dan masih kuatnya warisan politik orde baru de-politisasi dan de-idiologisasi dalam proses politik yang sedang berlangsung hari ini. Ada baiknya kemudian kita mengkategorisasikan perilaku pemilih, sehingga kita dapat menggunakan hak pilih secara cerdas, dan tidak mendasarkan pada pilihan-pilihan politik yang bersifat pragmatis.

Menjadi golput bukanlah alternative yang baik, meskipun itu hak setiap warga Negara untuk menggunakan hak pilih atau tidak. Dalam kamus politik kemudian kita dikenalkan dengan istilah perilaku pemilih (voter behavior); ada beberapa varian dari perilaku pemilih; Pertama. Pemilih rasional , dalam kategori ini pemilih mendasarkan pemilihannya pada visi, misi dan programnya serta rekam jejak dari kandidat yang akan maju pada pemilukada. Pemilih rasional ini lebih mengedepankan program-program yang dianggap yang membumi dan rasionalah yang akan menjadi pilihannya.

Kedua. Pemilih Irasional . pemilih irasional tidak memiliki sense of civic competence sehingga mereka tidak begitu memerdulikan keadaan lingkungannya, apalagi berpartisipasi dalam politik. Kalaupun ada keterlibatan mereka dalam aktivitas politik tertentu, misalnya kampanye, tak lain adalah proses mobilisasi yang dilakukan oleh kelompok atau partai politik tertentu. Pemilih irasional tidak memiliki motivasi untuk terlibat dalam proses politik baik langsung ataupun tidak langsung. Dengan kondisi keterbatasan dari sisi pendidikan dan perekonomian, menyulitkan mereka untuk memberikan pertimbangan yang rasional atau evaluasi terhadap calon pemimpin yang ditawarkan partai politik. Akibatnya, pilihan mereka bukanlah pilihan rasional kecuali hanya berdasarkan pada pragmatisme yang bersifat jangka pendek terutama yang terkait dalam pemenuhan kebutuhan mereka secara material dan sosiologis.

Ketiga. Pemilih tradisional/emosional . Perilaku pemilih ini lebih mengedepankan aspek-aspek kedekatan emosional kandidat dengan pemilih. Seorang pemilih akan memilih calon walikota karena kebetulan sang calon berkeyakinan agama sama dengannya, ataupun satu jenis kelamin (khususnya untuk calon kepala daerah yang perempuan), atau sang kandidat satu daerah (kecamatan/kabupaten/kota) dengan calon dan pelbagai macam variabel lainnya, yang boleh jadi semua ini menihilkan program yang ditawarkan.

Tentu saja pilihan terhadap kandidat yang akan dalam pemilukada Surabaya, tidak bisa kita sederhanakan dalam tiga kategori pemilih, tatapi ada juga yang dilandasi pada loyalitas partai, artinya pemilih akan memilih kandidat yang berasal dari partai politik yang diikuti pemilih. Tetapi sebagai pemilih yang cerdas, tentu saja akan lebih mengedepankan aspek visi, misi, dan program yang akan ditawarkan selama lima tahun mendatang, melihat rekam jejaknya, apakah terlibat dalam tindakan-tindakan yang melanggar HAM, terindikasi melakukan korupsi atau menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Menguliti lebih detail, terhadap kandidat yang maju dipemilukada jauh lebih baik, agar kita tidak seperti pemilih dimasa lalu yang hanya memilih kuncing dalam karung.

Tema pengatar pada Sosialisasi Pemilukada Surabaya 2010; Peningkatan Partisipasi Politik Pemilih Pemula Surabaya pada Pemilukada Surabaya 2010, di Meeting Room, Graha Wiyata Untag;, pada Rabo 5 Mei 2010.

Alumni Fakultas Psikologi Untag Surabaya, yang sekarang sebagai Direktur PUSDEK (Pusat Studi untuk Demokrasi Ekonomi dan Keadilan Sosial).

Catatan Kaki
Kompas, Geliat Golongan Putih, Makin Tampak dari Masa ke Masa, Selasa, 24 Februari 2004.
Arief Budiman, Pemilihan Umum 1997: Golput Sebagai Senjata Kaum Lemah. Tempo. Edisi 45/01-04/Jan/1997.
Arbi Sanit, 1992. Golput: Aneka Pandangan fenomena politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Saiful Mujani, Mitos Golput, Kompas, Selasa, 25 Mei 2004.
Leo Agustino, Membaca Perilaku Pemilih, dikutip dari http://newspaper.pikiran-rakyat.com
Asrinaldi A, Pemilih Rasional dan Pemimpin Berkualitas, Media Indonesia: 14 April 2004
Leo Agustino, op, cit.,

Kamis, 13 Mei 2010

Julia Perez: Pendidikan 9 Tahun sampai Kuliah Harus Gratis.

Keseriusan Julia Perez untuk maju mencalonkan diri sebagai wakil bupati dalam Pemilukada Pacitan, seolah ingin dibuktikan. Pada hari pendidikan yang lalu Julia Perez melontarkan keprihatinannya dengan pendidikan di Inodesia. "Sekarang kita lihat pendidikan perkembangannya apa, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama bahwa pendidikan itu harus gratis, dari tingkat 9 tahun sampai kuliah harus gratis, karena bangsa kita kaya. Kenapa negara di Amerika Selatan yang kekayaannya di bawah negara kita sekolahnya bisa gratis, kenapa di negara kita harus bayar, saya prihatin," Ujar Jupe.

Julia Perez membandingkannya dengan Negara Negara di Amerika Latin yang notabene masih di bawah Indonesia yang mampu mengratiskan biaya pendidikan dan buku bukunya. "Kalau di Argentina, sekolah gratis, hanya seragam saja yang beli, bukunya juga standar. Sekarang, harga buku juga mahal, seharusnya pemerintah memperhatikan ini. Intinya, kita dapat mewujudkan cita-cita seperti di negara luar kalau kita mau. Di sini, masuk kerja saja bayar," ujar Jupe

Keprihatinan Jupe terungkap ketika pendidikan menjadi barang yang mewah. Ini terlihat bahwa pendidikan selama ini pendidikan hanya mampu diakses oleh orang kaya saja. Jupe berpendapat bahwa pendidikan seharusnya bisa dinikmati dan menjadi hak oleh setiap warga Negara Indonesia. "Pendidikan bukan hanya untuk orang kaya. Karena kalau pendidikan murah dan gratis, rakyat dapat mandiri," lanjutnya.

Untuk membangun sebuah bangsa yang maju langkah pertama mungkin adalah membangun pendidikan yang mampu di akses oleh setiap warga Negara. Jupe mencontohkan saja ketika orang mau masuk kerja seseorang harus bayar . untuk itu Jupe berjanji ketika kelak dia terpilih dia akan embuat program pendidikan gratis di Pacitan.

Meniru Kabupaten Jembrana Bali.

Mungkin apa yang dilontarkan oleh seorang Julia Perez termasuk langkah yang berani dalam pencalonannya di pilkada. Kita mungkin sering mendengar janji-janji para calon namun jarang kita mendengar seperti apa yang diungkapkan oleh Jupe. Mengingat Jupe adalah selebritis yang menjadi public figure. Lalu apakah di Indonesia ini sudah ada yang menerapkan pendidikan gratis? Kabupaten Jembrana Bali dengan penduduk 250 ribu jiwa telah membuktikan. Bupati Jembrana, Prof Drg I Gede Winasa menerapkan kebijakan pendidikan gratis bagi warganya. Sudah tiga tahun ini program pendidikan gratis di Jembrana berlangsung dan dampaknya sangat luar biasa. Dengan program pendidikan gratis Jembrana mampu menekan angka putus sekolah.

Menurut Kepala Sekolah SMU Negeri 2 Negara, I Ketut Suantra yang merasa mampu menjalankan program pendidikan di sekolah secara lebih fokus, karena tidak lagi direpotkan dengan urusan dana, yang di masa lalu harus menarik dari orang-tua siswa. “Bukan persoalan mudah, menarik dana dari orangtua, terlebih bila banyak orang-tua siswa tidak mampu. Akibatnya, sekolah hanya membuat sedikit kegiatan agar tidak membebani orangtua,” kata Suantra kepada.


Sebuah harapan yang seharusnya menjadi prioritas oleh para kepala daerah di Indonesia. Pendidikan menjadikan instrument yang sangat penting jika sebuah bangsa ingin bangkit dan maju sejajar dengan bangsa yang lain. Pendidikan gratis yang selama ini di gembar gemborkan oleh pemerintah ternyata hanya politisasi oleh SBY ketika pilpres sehingga diharapkan masyrakat mau memilih dirinya dalam pilpres 2009 kemarin. Namun dalam pelaksanaannya pendidikan masih saja terpuruk. Bukan hanya biaya namun sistemnya masih amburadul seperti pada kasus Ujian Nasional. Ini jelas sangat memprihatinkan karena telah terjadi reduksi pendidikan. (HQ)

Rabu, 12 Mei 2010

KESERIUSAN PEMERINTAH USUT PELANGGARAN HAM ?

Indonesia negeri berdarah, mungkin benar adanya. Sejarah kekerasan dan pembantaian di negeri ini begitu panjang dan darahnya tak pernah kering atau mampu terselesaikan tuntas. Para pelaku dan actor dibalik semua tak tersentuh dan masih bebas bahkan berkuasa. Para keluarga korban pelanggaran HAM pun seakan tak pernah lelah menuntut keadilan dari pemerintah. Namun tuntutan tetap tuntutan. Dan tuntutan para keluarga korban seperti angin lalu saja.

Selasa (11/5). Di depan istana, bertepatan dengan tragedi Mei 1998, Semanggi I dan II keluarga korban penembakan mahasiswa Trisakti dana beberapa LSM menggelar unjuk rasa menuntut keseriusan SBY untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM. Yang selama 12 tahun terakhir mereka tuntut.

”Pemerintah tidak serius dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.” Ucap Sumarsih orang tua Norman Irmawan mahasiswa Atma Jaya yang menjadi korban penembakan pada Mei 1998.

Masih menurut Sumarsih, ketidakseriusan pemerintah bisa dilihat seperti beberapa kasus ketika Komisi Hak Asasi Nasional (Komnas HAM) yang sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung, seperti kasus penembakan mahasiswa Universitas Trisakti atau penculikan aktivis tidak pernah mendapat tindak lanjut karena berbagai alasan ”Namun, kasus itu tidak ditindaklanjuti dengan berbagai alasan,” Ungkap Sumarsih.

Langkah-langkah untuk menindak lanjuti sebenarnya sudah pernah dikeluarkan. Salah satunya adalah rekomendasi dari DPR untuk membentuk pengadilan Ad Hoc terhadap pencarian 13 orang yang hilang (penculikan), rehabilitasi korban pelanggaran HAM, dan ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai penghilangan paksa. namun sampai sekarang pemerintah belum mengimplementasikan rekomendasi itu.

Padahal dengan pembentukan pengadilan Ad Hoc, pemerintah bisa lebih focus dan terukur dalam menyelesaikan kasus kasus pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. perjuangan untuk mendapatkan keadilan mungkin masih panjang, apalagi jika kita melihat siapa pemerintah sekarang.

Tak bisa dipungkiri bahwa dominasi militerisme selama 32 tahun begitu kuat. Tiga kekuatan orde baru yaitu ABG (Abri Birokrasi dan Golkar) menjelma menjadi elemen yang menopang orde baru. ABRI atau militer yang menjadi salah satu kekuatan orde baru telah menjadi mesin pembunuh yang akhirnya banyak melahirkan kasus-kasus pelangaran HAM. Tiga kekuatan inilah yang coba dimunculkan oleh Susilo Bambang Yudoyono. Dengan basic dari militer dan demokrat seolah menjadi orde baru jilid II. Jelas tuntutan dan usulah dari para keluarga korban dan para LSM yang bergerak di bidang HAM tidak pernah dihiraukan.

Inilah yang menjadi batu sandungan penegakan hokum dan HAM di Indonesia. Orde baru boleh ganti namun system dan orang-orang eks orde baru dan militer masih kuat berkuasa. Tentunya kita tidak boleh lelah dan menyerah untuk terus menyuarakan dan memperjuangkan keadilan di negeri para mafia ini. (HQ)

Selasa, 11 Mei 2010

MEMBUAT BOM MOLOTOV

Bom molotof merupakan bom yang dibuat dari bahan yang sangat sederhana dan dekat dengan kehidupan sehari-hari kita. Semua orang dewasa yang pasti bisa membuat bom molotov. Bom molotof memiliki daya ledak yang ringan tetapi daya bakarnya cukup dahsyat.

Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat bom molotof diantaranya:
1. botol krating daeng atau botol yang terbuat dari beling
2. sumbu kompor atau sumbu dari kain yang sudah tidak digunakan
3. bensin
4. korek api

cara membuat
1. lubangi tutup botol kating daeng untuk meletakkan sumbu
2. masukkan sumbu kedalam lobang tutup botol
3. Isi botol krating daeng dengan bensin sampai penuh
4. Nyalakan sumbu kompor dengan korek api

Cara menggunakan bom molotov ini cukup mudah, yaitu lemparkan botol yang berisi bensin dan sudah dinyalakan dengan korek api ke arah sasaran yang dituju. apabila bom itu dilempar an mengenai sasaran maka otomatis akan meledak dan timbul nyala api yang besar dan dapat mrnimbulkan kebakaran dahsyat.

Penulis tidak bertanggung jawab terhadap penyalahgunaan isi artikel dia atas. tulisan ini dibuat hanya sebagai hiburan saja... gunakan pengetahuan ini sebaik-baiknya. misal ada perang, untuk referensi ilmu pengetahuan

SISI LAIN COMANDANTE CHE

Selain dikenal sebagai seorang gerilyawan sejati yang di takuti oleh musuh-musuhnya(kaum kapitalis) Ernesto Che Guevara adalah seorang yang sangat sayang kepada anak-anak. ini surat Che kepada anaknya Hildita, anak Che Guevara yang paling besar, pada ulang tahunnya yang ke sepuluh. Surat ini ditulis 15 Februari 1966 :

Surat Kepada Hildita
Che Guevara (1966)

Hildita tercinta,

Aku tulis surat sekarang padamu, walaupun mungkin akan sampai di tanganmu sangat terlambat. Namun aku ingin kau mengetahui bahwa aku senantiasa memikirkanmu dan aku berharap kau amat berbahagia di hari ulang tahunmu ini. Kau sudah hampir menjadi gadis dewasa sekarang, dan aku tak bisa lagi menulis surat padamu seperti saat kau masih kecil dulu, mendongeng hal-hal yang lucu atau dongeng kosong.

Kau harus tahu bahwa aku masih berada di tempat yang jauh dan meninggalkanmu untuk beberapa lama, menjalankan apa yang dapat aku perjuangkan melawan musuh-musuh kita. Bukan sesuatu hal luar biasa, namun aku sedang berbuat sesuatu, dan kupikir kau akan senantiasa bangga pada ayahmu ini, sebagaimana aku padamu.

Ingatlah, masih ada tahun-tahun penuh perjuangan di hadapan kita, dan bahkan ketika kau sudah menjadi wanita dewasa, kau harus mengerjakan bagian tugasmu dalam perjuangan. Sementara ini, kau harus mempersiapkan dirimu, jadilah revolusioner sejati --di usiamu kini tugasmu adalah belajar, sebanyak-banyaknya, dan senantiasalah siap mendukung keadilan dan kebenaran. Juga, patuhlah pada ibumu dan janganlah kau berpikir hendak mengetahui segalanya terlalu dini. Saatnya kan datang padamu.

Kau harus berjuang diantara yang terbaik di sekolah. Terbaik dalam setiap pengertian, dan kau sudah mengetahui apa artinya ini: belajar dan sikap revolusioner.

Dengan kata lain: tindak-tanduk yang baik, kesungguhan, cinta pada revolusi, persaudaraan, dsb.

Aku sendiri tidak demikian di usia sepertimu saat ini, namun aku hidup di dalam masyarakat yang berbeda, dimana manusia adalah musuh manusia lain. Sekarang kau memiliki kemudahan hidup di jaman yang lain dan kau harus mensyukurinya.

Jangan lupa main ke rumah-rumah tetangga kita untuk berteman dengan anak-anak lain dan sarankan mereka untuk belajar dan bertingkah laku baik. Terutama Aleidita, yang membutuhkan perhatian besar darimu sebagai kakaknya yang tertua.

Baiklah, tuan putri. Sekali lagi kuharap kau amat berbahagia di ulang tahunmu ini. Peluk mesra untuk ibumu dan Gina. Aku memberimu peluk erat seerat-eratnya hingga akhir perpisahan kita ini.

Ayahmu

Misteri "Penculikan" Sri Mulyani



Mundurnya Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan RI karena menerima tawaran untuk menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia hingga kini masih merupakan misteri.

Misteri itu muncul karena, pertama, Ani, panggilan akrab Sri Mulyani, merasa tidak pernah mengajukan lamaran untuk menduduki posisi apa pun di Bank Dunia (The Jakarta Post, 7/5/- 2010). Kedua, surat permintaan dari Presiden Bank Dunia Robert Zoellick kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah dikirim pada 25 April 2010, tetapi mengapa baru diterima Presiden pada 30 April 2010.

Antara 30 April 2010-4 Mei 2010 Presiden Yudhoyono juga tidak pernah mengungkapkan adanya permintaan dari Bank Dunia tersebut kepada umum, seolah ada pemufakatan terselubung antara Bank Dunia dan Presiden RI untuk ”menculik Sri Mulyani” dari Indonesia ke Amerika Serikat.

Ketiga, Sri Mulyani mengajukan pengunduran dirinya untuk menduduki jabatan baru di Bank Dunia per 1 Juni 2010, diajukannya pada 5 Mei 2010, hanya satu hari setelah ia untuk keempat kalinya diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan skandal Bank Century. Padahal, sehari sebelumnya ia meminta kepastian hukum mengenai status dirinya agar tugas- tugasnya sebagai menteri keuangan tidak lagi diboikot oleh sebagian anggota partai politik di DPR.

Keempat, jika benar Sri Mulyani dinilai oleh Robert Zoellick telah sukses membimbing Indonesia melewati resesi ekonomi global, sukses melawan korupsi dan memperkuat tata kelola yang baik di Kementerian Keuangan RI (Kompas, 6/5/2010), mengapa pula Bank Dunia tega ”menculik Sri Mulyani” dari Indonesia?

Mengapa pula Presiden Yudhoyono ”rela” melepas Sri Mulyani (Seputar Indonesia, 6/5/- 2010) jika memang Ani merupakan perempuan pertama yang menjadi menteri keuangan dan sangat cakap dalam memimpin kementeriannya bahkan mendapatkan penghargaan sebagai menteri keuangan terbaik di Asia.

Kelima, terlepas dari adanya bantahan dari Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum soal adanya kaitan antara pengunduran diri Sri Mulyani dan deal politik pengangkatan Aburizal Bakrie sebagai ketua harian sekretariat bersama partai-partai koalisi (Kompas , 9/5/2010), publik tentunya patut menduga bahwa hal itu amat terkait satu sama lain. Apalagi Partai Golkar sudah mengisyaratkan akan menutup kasus Bank Century (Media Indonesia, 7/5/2010) yang merupakan momok bagi pemerintahan Presiden Yudhoy ono.

Pro dan kontra

Di mata penulis, Sri Mulyani adalah satu dari sekian banyak alumnus Universitas Indonesia (UI) yang terjun langsung memberi andil pada kejatuhan rezim otoriter Soeharto.

Ani, yang pada tahun 1998 masih menjadi Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Manajemen (LPEM) FE UI, bukan saja aktif mengikuti diskusi- diskusi yang digalang alumni UI dan ITB, melainkan juga memberi tempat di kantornya di FE UI untuk mengadakan rapat- rapat membahas bagaimana kebijakan ekonomi Indonesia ke depan jika Soeharto benar-benar dapat ditumbangkan.

Ani juga seorang yang konsisten pada pendiriannya, terlepas badai datang dari berbagai arah mengkritik kebijakan reformasi birokrasi di jajaran Kementerian Keuangan, termasuk di Direktorat Jenderal Pajak. Langkahnya dalam artian tersurat ataupun tersirat amat tegas. Sorot matanya juga menunjukkan ketegasan dan keberaniannya menantang badai.

Amat naif

Namun, Ani juga memiliki kelemahan. Pertama dan paling utama ialah tampaknya ia masih anak Semarang tulen meski dilahirkan di Tanjung Karang, Lampung, yang sangat ”njawani ” dalam artian negatif, yaitu ”mikul nduwur mendem jero” yang tetap memegang kerahasiaan apa yang diperintahkan atasan kepadanya. Ini bertentangan dengan transparansi politik dan menyulitkan pembukaan tabir misteri skandal Bank Century. Ani juga seorang yang, maaf, ”who cannot say no to her number one boss” meski mungkin perintah itu salah.

Terlepas dari kebijakan penalangan Bank Century memang untuk mencegah terjadinya tragedi perbankan seperti pada 1997-1998, hingga kini masih juga menjadi misteri apakah kebijakan itu juga sangat terkait dengan banyaknya uang keluarga dan atau kroni penguasa serta perusahaan BUMN yang tersimpan di Bank Century.

Jika bank itu tak dibantu, uang para nasabah yang dekat dengan kekuasaan itu akan ”pergi dan tak akan kembali lagi”. Keingintahuan kita ini jangan dianggap mencurigai kekuasaan karena hingga kini masih banyak nasabah Bank Century yang miliaran rupiah depositonya di Bank Century hingga kini belum juga dicairkan dan dikembalikan kepada yang berhak.

Kedua, Ani adalah seorang ekonom yang andal, tetapi, lagi- lagi maaf, amat naif dalam soal politik. Tak heran bila pertarungannya untuk menerapkan kebijakan pajak yang konsisten tanpa pandang bulu selalu kandas bila itu menyangkut pajak terutang dari perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie. Pertanyaannya, mengapa ia tak mengundurkan diri saja ketika persoalan pajak perusahaan Bakrie ternyata dikandaskan oleh kekuatan politik di atasnya?

Hingga kini masih terdapat pro dan kontra soal kepergian Ani ke Washington DC. Ada yang merelakannya pergi demi menjalankan tugas negara yang diembankan kepadanya di Bank Dunia. Ada pula yang mencemooh karena ia meninggalkan persoalan yang belum selesai, yaitu soal Bank Century, reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan RI, dan soal penyelesaian atas para pengemplang pajak.

Satu hal yang amat keras, ada kelompok yang terus mendesak agar Sri Mulyani dicekal untuk pergi ke luar negeri karena dianggap sebagai penjahat yang merugikan keuangan negara atau rakyat Rp 6,7 triliun.

Meski Ani ingin meninggalkan Indonesia dengan status hukum yang pasti soal dirinya, harapan itu tampaknya hanya impian belaka. Ia pergi dengan perasaan kecewa yang mendalam karena bos nomor satunya tidak pernah berusaha melindungi dan mengambil alih tanggung jawab atas kebijakan yang dibuatnya. Memang Presiden Yudhoyono pernah mengatakan bertanggung jawab atas tragedi Bank Century sehari sebelum Sidang Paripurna DPR membahas hasil kerja Pansus Bank Century, tetapi itu hanya ucapan tanpa makna.

Kita hanya berharap Sri Mulyani akan semakin tegar dalam menjalankan tugas barunya di Bank Dunia. Itu semua demi nama baik Indonesia. Semoga Ani tidak menjadi orang yang kalah atau takut mengungkapkan kebobrokan Bank Dunia jika memang institusi itu semakin memiskinkan negara berkembang yang berutang kepada Bank itu. Penulis yakin, Sri Mulyani bukanlah coward atau seorang pecundang. Bukan mustahil ia bahkan dapat menjadi orang nomor satu di negeri ini pada 2014!


IKRAR NUSA BHAKTI
Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI, Jakarta

Susno Bertekad, Susno Ditangkap


AUFKLARUNG-online - Mantan Kepala Bareskrim Komjen Susno Duadji setelah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. "Setelah diperiksa, disodorkan surat perintah penangkapan dan ditetapkan sebagai tersangka. Selanjutnya akan ditahan," ucap kuasa hukum Susno.

Susno ditetapkan tersangka oleh tim Independent terkait kasus penangkaran Arwana Di Riau dengan tuduhan telah menerima uang sebesar 500 juta. Empat saksi yang menyatakan bahwa Susno telah menerima uang itu sesuai dalam dokumen yang di duga sebagai berita acara pemeriksaan dari tersangka Sjahril Djohan dan beredar beberapa waktu lalu. Saksi itu di antaranya Sjahril Djohan, Haposan Hutagalung, dan anggota Polri bernama AKBP Syamsul Rizal. "Begitu diperiksa, Pak Susno disodori surat perintah penahanan," ucap Hendry kuasa hokum Susno lainnya, seusai menemani kliennya diperiksa di Mabes Polri, Senin (10/5/2010). Susno mulai diperiksa sekitar pukul 10.00.

Meskipun ditangkap, Susno bertekad akan membongkar praktek mafia kasus di tubuh Polri. Mantan Kabareskrim itu berjanji akan kembali ungkap kasus markus lain dalam waktu dekat. "Kami tetap jalan pembongkaran (mafia kasus)," kata kuasa hukum Susno, Zul Armain Aziz, di Mabes Polri, Senin ( 10/5/2010 ).

Susno sendiri tetap bersikukuh menolak menandatangani surat penangkapan dan penahanan terhadapnya yang disodorkan tim penyidik independen sejak sore hari. Setelah penangkapan dan pemeriksaan, Susno dijenguk oleh istri dan kedua putrinya. Dalam kesempatan itu putri keduanya, Dilliana Ermaningtyas, meminta dukungan dan doa dari seluruh rakyat terkait penangkapan dan penahanan ayahnya. "Minta dukungannya ya," ucapnya sembari tersenyum. (HQ)