Kamis, 05 Mei 2011

Sejarah Politik Konfrontasi Malaysia

Maraknya demontrasi anti Malaysia yang terjadi diberbagai daerah telah menjadi semacam topic hangat untuk diperhatikan. Nasionalisme rakyat Indonesia dan ketegasan pemerintah seakan mendapat ujian karena untuk kesekian kalinya Malaysia kembali membuat ulah dengan menangkap tiga pegawai DKP. Dengan spontanitas atas rasa sebagai warga Negara Indonesia semua bergerak tanpa dikomando untuk turun ke jalan dan menyerukan “Ganyang Malaysia”.

Bukan pertama kali ini saja ketika rakyat dengan berapi-api turun ke jalan dan meneriakan anti Malaysia atau Ganyang Malaysia. Penilaian atas ulah Malaysia yang selalu sewenang-wenang dan selalu berulang-ulang itu rupanya mendapat respon yang keras dari rakyat Malaysia. Ini bisa dilihat terjadinya aksi demontrasi yang sampai tulisan ini ditulis tak menyurutkan gelombang aksi. Berbagai ekspresi demontrasi pun dilakukan untuk menunjukan bahwa rakyat Indonesia habis akan kesabarannya karena ulah Malaysia. Mulai dari pembakaran bendera Malaysia sampai pelemparan kotoran manusia ke kedutaan Malaysia, bahkan ancaman sweeping siap untuk dilakukan jika Malaysia terus dengan arogansinya merongrong Indonesia.

Lalu sejak kapankan aksi protes dan demontrasi itu berlangsung dan bagaimana pula rakyat Indonesia dengan spontanitas turun melakukan pembelaan terhadap bangsanya ketika mendapat rongrongan dari luar. Dan dimana pula para pemipin negeri ini beserta tentaranya ketika kedaulatan di injak-injak oleh Malaysia. Bukankah kita sering mendengar slogan-slogan yang ada bahwa NKRI harga mati dari para prajurit-prajurit bangsa ini.

Sejarah Indonesia mencatat bahwa pada masa demokrasi terpimpin di bawah Soekarno. Indonesia menjadi salah satu negara dengan kekuatan militer yang disegani di kawasan Asia tenggara. Gaya kepemimpinan Soekarno juga telah mendapat pengakuan dunia dan menjadi salah satu pemimpin yang berpengaruh khususnya Asia dan Afrika. Ketegasan Soekarno terhadap penolakan kolonialisme, neokolonialisme, dan imperealisme seakan telah melekat pada dirinya dan menjadi inspirasi bagi Negara-negara Asia Afrika untuk bangkit dari penjajahan dan ketertindasan.

Keberhasila kampanye pembebasan Irian barat pada bulan Agustus 1962 dari tangan Belanda, membawa babak baru pada era konfrontasi dengan Malaysia dimulai. Malaysia dengan sokongan dari Inggris ingin mewujudkan agar wilayah Sabah, Serawak dan Brunei (Kalimantan utara) masuk dalam persekutuan Malayasia telah menyeret Indonesia dalam konfrontasi dan menjadikan suasana politik Indonesia menjadi mendua antara merehabilitasi keadaan perekonomian negara yang mengalami inflasi 100% per tahun pasca kampanye pembebasan Irian Barat atau melaksanakan politik konfrontasi sebagai upaya penentangan rencana Malaysia terhadap Sabah, Serawak dan Brunei.

Tudingan bahwa Malaysia hanya menjadi Negara boneka Inggris sebagai kawasan pangkalan militer dan kontrol atas Asia tenggara jelas sangat bertentangan dengan semangat Indonesia dan Soekarno yang selalu meneriakan anti kolonialisme, imperealisme dan neo kolonialisme. Meskipun tidak sampai terjadi pertempuran besar terbuka.

Letupan-letupan kecil tatkala terjadi pemberontakan di Brunei dari pembangkang yang menolak rencana penggabungan sebelum pembentukan Malaysia, namun demikian pemberontakan itu sendiri dapat di gagalkan oleh tentara-tentara Inggris pada desember 1962. sementara itu di Tokyo Soekarno dan Perdana Menteri Malaysia Tuanku Abdul Rahman dan kemudian dilanjutkan dengan pertemuan antar menteri luar negeri Indonesia, Malay dan Filipina di Manila. Yang menghasilakan kesepakatan agar sekjen PBB untuk mengutus misi ke serawak dan sabah untuk memastika kehendak rakyat apakah mereka hendak bergabung dengan Malaysia ataukah tidak.

Ketika utusan-utusan dari PBB menyatakan bahwa hasil mayoritas menginginkan bergabung dengan Malaysia, langsung ditolak Indonesia mentah-mentah. Karena menurut pihak Indonesia, Malaysia akan tetap didirikan dalam keadaan apapun sesuai dengan pernyataan Tuanku Abdul Rahman ketika pertemuan di Tokyo dengan Soekarno. Inilah yang kemudian melahirkan konfrontasi peperangan kecil di daerah perbatasan antara Indonesia yang diwakili oleh para relawan dan pemberontak penentang penggabungan lagi serta penyusupan-penyusupan ke dalam wilayah Malaysia. Namun demikian politik konfrontasi yang dilancarkan oleh Indonesia di bawah Soekarno tidaklah mencapai hasil apa-apa kecuali kesepakatan damai pada akhirnya. Adanya gejolak kondisi dalam negeri pasca G30S dan pembangkangan yang dilakukan oleh para perwira angkatan darat mempunyai andil dalam kegagalan politik konfrontasi dengan Malaysia.

(AB)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar