Kamis, 05 Mei 2011

GERAKAN PRO-DEMOKRASI ; 5W+1H

What ; “Apakah gerakan prodemokrasi itu?”

Sebagai sebuah istilah, "Gerakan Pro-demokrasi" mengandung arti yang cukup luas, tergantung dari sudut pandang yang dipakai serta konteks penempatannya. Dalam perkembangannya, terutama justru sesudah minggirnya Suharto pada 21 Mei 1998 yang lalu, gerakan yang ada di Indonesia memperoleh sebutan REFORMASI. Dengan demikian, Gerakan Reformasi dewasa ini lebih berkumandang dan berhasil menggantikan sebutan Pro-Demokrasi.

Untuk menghindari kesalah-pahaman, maka perlu kiranya kita mencapai kesepakatan akan sebutan yang sebaiknya diterapkan untuk mengamati serta mengikuti gerakan yang dimaksudkan di atas. Menurut penulis, sebutan pro-demokrasi atas gerakan di Indonesia masih tetap relevan untuk terus digunakan, menginggat makna yang lebih luas seperti terkandung dalam kata tersebut serta potensinya untuk terus dikembangkan ke taraf konsolidasi gerakan massa untuk mencapai demokrasi sejati. Ini merupakan langkah awal dalam menguatkan usaha penguburan Orde Baru sebagai sebuah sistem.

Gerakan Pro-Demokrasi merupakan salah satu elemen saja di dalam spektrum perlawanan terhadap sistem Orde Baru. Gerakan Pro-Demokrasi adalah fenomena yang wajar dan merupakan konsekuensi logis yang tidak dapat dihindari dalam proses perkembangan sebuah gerakan di mana kondisi kehidupan masyarakatnya sarat dengan represi.

Who : ”Siapakah gerakan prodemokrasi?”

Sebagai sebuah elemen, Gerakan Pro-Demokrasi dengan segala kelebihan dan kekurangannya, sesungguhnya, menjadi sebuah wadah di mana berbagai pihak ikut ambil bagian. Mereka adalah mahasiswa, organisasi politik (orpol), LSM, kelompok akademisi, bias juga partai politik, dengan berbagai isme-nya. Mereka tampil dan dikenal melalui berbagai bentuk protes aksinya. Dari segi organisasi, mereka beragam dan didasari oleh aneka macam aliran serta pola pemikiran pula. Meski pun demikian, keanekaragaman bentuk serta tujuan organisasi yang ada memiliki kesamaan pendekatan: manifestasi mereka mengambil bentuk protes aksi yang bersifat aksi massa.

Konsekuensi logis dari keaneka-ragaman bentuk dan aliran dalam Gerakan Pro-Demokrasi tersebut berupa berjuta-juta tuntutan masing-masing organisasi yang secara umum bersifat popular (istilah yang penulis pinjam dari khasanah gerakan Amerika Latin). Secara tersirat atau pun tidak, tuntutan mereka baik yang menamakan diri sebagai gerakan moral atau pun politik, selalu menuju pada esensi masalah utama dari sebuah sistem yang anti kerakyatan dan represif.

Organisasi gerakan prodemokrasi biasanya memiliki ciri militan. Sejak represivitas orde baru, potensi militansi dalam perlawanan semakin menampakkan dirinya baik secara kualitatif atau pun kuantitatif, yang pada hari ini, sesudah lengsernya Suharto, ternyata para pemuda dan mahasiswa berani melawan mesin Negara yang anti rakyat.

When + Where : ”kapan dan dimana munculnya gerakan prodemokrasi?”

Sedangkan dibelahan Negara yang lain, telah lebih dulu bergelora. Lihat saja Filipina dengan Peristiwa Manila di tahun 1982, di China dengan Tragedi Tiananmen tahun 1989, di Thailand dengan Peristiwa Bangkok di tahun 1992. Sedangkan hampir seluruh negeri di Amerika Latin berhasil menumbangkan Rezim Otoritarian bentukan penjajah Amerika Serikat dan Sekutunya. Di Indonesia, gerakan prodemokrasi muncul di akhir 80an. Dan akumulasi gerakan tersebut berbuah hasil di tahun 1998, meski didahului dengan kejadian tragis ‘tragedi mei kelabu’ 1997. Dimana berhasil menumbangkan kedigdayaan Jenderal Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.

Why : ”mengapa terjadi gerakan prodemokrasi?”

Kelompok prodemokrasi secara umum menyatakan bahwa problem umum yang dihadapi bangsa khususnya di negeri-negeri dunia ketiga adalah kuatnya dominasi Negara yang dalam beberap segi hal memandulkan kreativitas dan aspirasi rakyat. Negara berupaya menjalankan politik sentralisasi serta menggunakan pendekatan hegemoni budaya dan militeristik, sehingga Negara sangat berkuasa tanpa melibatkan partisipasi rakyatnya.

Masa-masa transisi (pergantian dari rezim otoriter ke rezim baru) pada faktanya memperlihatkan kerentanan Negara terhadap praktek new bureaucratic polity dan new militarism, dengan kembalinya militer dalam ruang politik dimana rentan munculnya negara otoritarian gaya baru. Oleh karena itu untuk mendorong percepatan demokrasi transisi, konsolidasi demokrasi mutlak dilakukan.

How : “bagaimana gerakan prodemokrasi itu?”

Proses gerakan dan hasilnya akan berbeda di tiap-tiap konteks negara dan musuhnya. Yang terpenting adalah bagaimana gerakan itu mampu memahami kondisi obyektif maupun subyektifnya. Jika pembaca sepakat dengan saya, kondisi obyektif saat ini telah bergerak ke arah yang lebih menguntungkan untuk sebuah perubahan. Tak lain, factor penting disini adalah krimondial (krisis neo-liberalisme) yang diiringi dengan kebangkitan rakyat. Namun, tak dapat dipungkiri pula akan adanya kelemahan. Gerakan Pro-Demokrasi pada tahap ini, yakni belum menemukan identitasnya sendiri secara kolektif. Kenyataan ini membawa kemenangan yang kecil dan minim, yang seharusnya kita mengerti dan terima dengan baik. Ada pun penyebab kemenangan minim tersebut: kondisi obyektif yang tidak dibarengi dengan solidnya Gerakan Pro-Demokrasi, sebenarnya memperoleh dukungan massa rakyat. Tujuan yang sebenarnya dari Gerakan Pro-Demokrasi bukan lah sekedar memaksa Suharto minggir, melainkan terus berjuang hingga tercipta masyarakat yang demokratis serta berkeadilan social. Gerakan Prodemokrasi selalu memiliki program bersama. Program bersama tersebut dapat menjadi kekuatan yang ampuh bila ia dapat menyerap aspirasi rakyat seluas-luasnya dan memiliki kemampuan memobilisasi yang besar. Program bersama yang merupakan program umum itu harus dijelujuri oleh garis politik yang tepat dan dilengkapi dengan semboyan-semboyan politik praktis yang tepat pula, untuk kemudian disosialisasikan ke segenap massa rakyat seluas-luasnya. Di sinilah perlunya secara mutlak pekerjaan di kalangan massa. Dengan demikian massa yang selama Orde Baru didepolitisasi itu dapat disadarkan, dibangkitkan untuk kemudian dimobilisasi.

Syamsul Muarif . Simpatisan KAMUS PR



2 komentar:

  1. nice, boleh juga tu diterapkan pada pergerakan yang lebih modern.

    sehingga penguasaan terhadap sistem akan lebih masif. GERAKAN STRATEGIS bukan hanya GERAKAN TAKTIS.

    "G B U"

    BalasHapus